Friday, October 19, 2012

Menuai Inspirasi dari Blog Walking

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Sering, jika indra saya tidak peka menangkap fenomena yang terjadi disekitar saya, atau mungkin saya sebenarnya sadar, tetapi kemalasan membekukan jemari saya untuk menuangkannya dalam suatu tulisan, maka saya akan mengintip dari satu blog ke blog yang lain. Biasanya,
saya bertandang dengan tangan kosong tetapi selalu pulang dengan sekeranjang ispirasi. Memang, teman-teman yang blognya saya ikuti sangatlah dermawan. Mereka kerap membekaliku dengan parsel cantik berisi buah-buah pengetahuan dan kearifan. Tak jarang juga mereka menghadiakan cambuk untuk memotivasi diriku mempertajam semua indra yang dapat membantuku memindai kejaiban dalam setiap momen kemudian merekamnya dalam cerita.



Seperti saat ini, saya baru saja pulang menjambangi halaman-halaman pemantik motivasi milik teman-teman saya. Disana, wawasanku direnovasi, inspirasiku dipupuk, otot-ototku yang kelu dipijat sedemikian rupa hingga sekembalinya dari sana, lahir batin saya tak lagi enggan untuk menulis. Postingan kali ini sebenarnya terdorong dari tulisan pak Yusran Darmawan tentang menulis itu adalah pembiasaan. Latihan demi latihan menulis sangat diperlukan agar pikiran tidak keram dan berkarat disudut kepala. Menulis membuat seseorang menjadi peka dalam menyaring kearifan dan merupakan jembatan untuk menemukan jati diri kita.

Saya juga acap kali "meminjam" kata-kata yang beliau gunakan untuk menggambarkan sesuatu. Saya menggunakan istilah "meminjam" dikarenakan saya memang baru dalam tahap pemula dalam dunia menulis ini. Meskipun saya telah senang menulis sejak dari SD (corat-coret di diary), tetapi saya belum pernah terlalu concern dengan tulisan saya. Saya kebanyakan mengikuti gaya bahasa orang lain yang mempengaruhi saya pada waktu itu. Ketika saya masih remaja, maka bahasa yang saya gunakan pun gaya bahasa ala teenlit. Ketika saya sedang dimabuk cinta oleh puisi, maka saya pun serupa bunglon yang kemudian menjadi sosok sok puitis dengan rayuan gombal yang berlebihan. Ketika orang ramai-ramai berceloteh tentang politik, bahasa saya pun mewujud seakan-akan penulisnya adalah orang yang senantiasa menyantap berita di TV sambil minum kopi, atau karakter yang membuka ritual paginya dengan mengunyah artikel di koran. Intinya saya seperti orang yang belum punya identitas tetap. Saya belum menemukan jati diri saya sendiri dalam menulis.

Mungkin saya yang sekarang pun masih begitu. Saya masih harus mendisiplinkan diri dalam malam-malam penuh latihan untuk menuangkan fikiran. Seorang jurnalist pernah berkata kepadaku bahwa banyak anak tangga yang perlu ditapaki seseorang untuk dapat menemukan kekhasannya dalam menulis. Adalah suatu keniscayaan bahwa saya akan membuka kamar-kamar pemikiran orang lain, meminjam ide dan furniture kata untuk mendekor kamar pemikiran saya sendiri. Namun akan ada saatnya ketika saya akan bisa mengecap cita rasa saya sendiri, dan mulai tidak puas dengan perabot milik orang lain. Pada saat itu saya akan mulai berani menciptakan feature-feature saya sendiri yang khas. Untuk sampai kesana saya membutuhkan lelah dan letihnya bereksperimen. Dan itulah yang akan saya coba lakukan hari-hari kedepannya.

Akhirnya saya harus mengucapkan terimakasih yang tak terperi kepada teman-teman blogger saya yang tidak pernah berhenti menanamkan pengetahuannya untuk saya petik, yang selalu berani memulai revolusi dari tempat tidurnya (ini untuk Meike), dan yang selalu memaketkan gerutu dan keluh kesahnya untuk dikirim melalui satelit. Sungguh, kalian adalah kunang-kunang dalam belantara kata yang selalu memberi pencerahan pada diriku. Sekali lagi terimaksih karena selalu bersedia menulis...

1 comment:

Meike Lusye Karolus said...

tulisan telah menyatukan kita meski tak pernah bersua namun terasa dekat :)