Sunday, August 27, 2017

From where I sit this morning

Sudah. Semalam sudah kuhabiskan untuk mengisi ulang energiku. Terlelap dalam keadaan lega dan bahagia. Alhamdulillah, ketika pagi datang, nafas masih di badan. Lalu, bergegas megerjakan apa yang seharusnya dikerjakan di waktu matahari merambat naik: Sarapan, mandi, dan bersiap menjalankan hari.

Biru. Langit Bristol biru sekali pagi ini. Awan sepertinya absen, ingin menikmati liburan juga di tempat  lain. Sumringah, bibir-bibir melengkung disela-sela obrolan hangat. Dari balik jendela, gadis cilik berbalut gaun pink berhenti berlari demi dikecup hidungnya oleh ayahnya. Ibunya menyusul segera. Ada rona merah muda di pipinya.

Seperdelapan terisi. Beacon House seperdelapan terisi pagi ini. Belum riuh seperti waktu siang atau sore dan malam. Aku suka. Aroma caffein dan cokelat hangat menguar di udara. Samar-samar aroma roti bakar dan keju yang meleleh bergabung berdansa memenuhi langit-langit. Feels like home. Aku suka.

Musical. Keletak-keletok bunyi keyboard laptop yang ditekan-tekan para pejuang akademik menjelma musikal di telingaku. Yang di ujung sana, seolah terhisap oleh dunia di dalam layar laptopnya. Yang baru datang, setengah berlari mentransfer semangat lewat tepukan persahabatan kepada temannya. Tepukan itu beresonansi. Aku ikut tersapu gelombangnya.

TB! Benar! Itu TB yang barusan banget masuk. Ditangannya bergantung sebotol air mineral. Sikap tubuhnya dalam keadaan siap menuntaskan beban akademik yang dia panggul dipundaknya. Mata kami saling tersenyum dan menyemangati ketika bertemu pandang. Kulihat, ada bekal semangat dari Mbak Mae dan Vira di sana. Dia dalam posisi siap tempur dan berniat pulang dengan oleh-oleh progress yang cukup signifikan untuk dipersembahkan kepada keluarganya. Aku juga ketularan semangat itu.

Tandas. Gelas kopiku sudah tandas. Masuk sudah ke sistemku ramuan hitam yang ingredientnya berupa zat anti kantuk, larutan penambah fokus dan suntikan berbagai semangat. Artinya, aku sudah siap melanjutkan perjalanan lagi bersamamu, duhai essay. Mari saling bergandengan tangan. Hari ini cantik sekali. Sempurna untuk kita menuntaskan perjalanan.


Saturday, August 26, 2017

Janin-janin dalam fikiranku urung lahir hari ini. Aku keguguram berkali-kali. Ada yang  dengan tega sengaja kuaborsi, ada yang memang memilih untuk hanyamerasa nyaman dalam rahim kepalaku. Menari-nari dalam kegelapan. Dia harakiri ketika kuminta keluar ke dunia bernama paper.  Menyebalkan.

Bising camar dan gagak berkaok-kaok di luar sana. Kalau Sukma dengar pastilah dirinya akan menggerutu dan mengutuk. Tapi bagiku, bahkan kaok-kaok mereka terasa sangat merdu. Jika kau bisa mendengar suara-suara hantu yang bergema di sudut-sudut kepalaku, kau akan setuju denganku. Lengkingan mengerikan unggas-unggas itu tak ada apa-apanya. Tidak ada apa-apanya.

Aku lumpuh total, ku rasa. Aku butuh bicara denganmu, ku rasa. Aku butuh mendengar kau yang berkata, "InsyaAllah, ko bisa ji, Rin. Sabar, nah.. terlewati ji itu" Suaramu menajdi candu, ku rasa. Pembujuk paling sakti mandraguna.

Fikranku adalah kobra dan kau adalah pawangnya. Satu-satunya di muka bumi. Satu-satunya di muka bumi.





Monday, August 21, 2017

On the Night Like This-Mocca



On the night like this
There's so many things I want to tell you
On the night like this
There's so many things I want to show you

Cause when you're around
I feel safe and warm
When you're around

I can fall in love every day

In the case like this
There are a thousand good reasons
I want you to stay...



..............................................................


If you  know what I mean.
Call me, OK.

Yang memilih tidak pergi

Ini kutulis sebagai ucapan terimakasih.
Untukmu, yang memilih untuk tak pernah pergi.
Walau aku telah bermilyar kali mengira begitu.

Di tepiku yang sekarang, terseok-seok menajdi dewasa,
Ada engkau yang berani dan selalu sabar mengikis jarak.
Pada setiap kali kau balas WAku yang sepele, dan selalu berakhir dengan Video call.

Yang kutahu, ada satu yang tak mudah berubah diantara kita.
Di luar semua kesalahfahaman dan keegoisanku dan tuntutanku.
Aku menyayangimu. Kau menyangiku.
Dengan cara yang tak sama, kukira. Itu adalah fakta.

Tapi, apapun itu, terimakasih untuk selalu di situ.
Melayani semua keabsurdanku. Menerima telepon tak pentingku,
yang seringkali abai pada 8 jam perbedaan waktu di tepiku dan di tepimu.
Kau punya seluruh alasan untuk beranjak, tapi nyatanya tidak.

Mau kukatakan sekarang, sebelum aku gengsi lagi.
sesungguhnya suaramu menenangkanku.
Senyummu menguatkanku.
Itu membuatku ketergantungan. Kecanduan.
Teruslah begitu. Jangan tinggalkan.

Kumohon.
Jangan tinggalkan.




Saturday, August 19, 2017

From Bristol to Indonesia 🇮🇩




Hari ini, Sabtu 19 Agustus 2017, kami, Perhimpunan Pelajar Indonesia dan segenap warga negara Indonesia yang menetap di Bristol, United Kingdom, merayakan upacara peringatan kemerdekan Republik Indonesia yang ke 72 tahun. Bertempat di daerah Kingswood, kami secara suka cita berkumpul di pelataran parkir Gereja (maaf lupa namanya,,,nanti aku tanya temen dulu, ya) untuk melaksanakan upacara bendera dirangkaikan dengan pengajian bulanan Al-Hijrah dan games baik bagi anak-anak dan orang dewasa.

Suasana khidmat membumbung di udara ketika upacar adilaksanakan, apalagi saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan mengiringi penggerekan bendera menuju puncak tertinggi. Kulihat, beberapa peserta tak dapat menahan rasa harunya tatkala bersama-sama menyanyikan lagu Tanah Airku. beberapa kulihat sampai meneteskan air mata. Hari ini, alhamdulillah aku diminta menjadi dirigen. Suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Dulu, aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya menyanyikan lagu Indonesia Raya di negara orang. Kini, aku bahkan yang menjadi pemimpin untuk menyanyikan lagu itu kebangsaan itu bersama-sama. Rasanya merinding dan sarat haru.

Oh, ternyata kami sangat mencintaimu, Indonesia. Kami berutang padamu. Pada udara, tanah dan airmu. Tunggulah kami, para pelajar Indonesia di tanah rantau untuk kembali ke pangkuanmu. Pandu kami untuk terus memberikan yang terbaik yang kami bisa. Indonesia, kami pasti mengabdi! Merdeka!!!

Friday, August 18, 2017

Jreng.. jreng... jrengg...

Penyakitku kumat lagi. Yang tiba-tiba pengen banget nulis, trus moodnya hilang ditengah jalan. Sudah semingguan ini, aku beberapa kali mengalaminya lagi. Hari ini malah sudah ada tiga tulisan yang harus pasrah berakhir di draft. Kalau postingan yang ini juga tak berakhir, maka ini akan jadi yang ke empat. Huufftt...

Tulisan yang pertama, sebenarnya cerita tentang Bristol International Balloon Festival 2017. Dari beberapa hari pengen nulis, cuman kerempongan dalam mengurus akom baru memaksa semua kalimat untuk menceritakan event itu untuk diam saja di kepala. Tulisan kedua yang mengalami nasib serupa adalah tentang cerita seru bertemu Mbak Gida di London dan cerita tentang untuk kesekian kalinya explore kota cantik nan sexy itu bareng Sukma. Yang ketiga adalah, tips dan trik mengurus visa schengen dari UK bagi mahasiswa yang sedang berkuliah di Inggris, setelah mendengar curhatan Rizal kalau aplikasi visa schengennya dan Randy kemaren bermasalah.

Hari ini, keinginan menulis itu besar sekali di awalnya, tapi ya itu,, pas di tengah-tengah, kebosanan melanda, hahaha. Tapinya, aku mau balik baca jurnal dan lanjut ngessay moodnya juga ilang. Ya sudahlah, aku ke sini lagi deh, tapi bukan untuk menuntaskan draft-draft itu, tapi malah bikin postingan asal ini 😝. Sambil menulis ini, sekelebat muncul penggalan-penggalan kata yang entah sejak kapan secara tak sadar ternyata aku tunggu.

"Studying?" 
                "Hungry already?" 
     "Nah, now your turn!"
                                                        "You choose!"
                                                               "Just wanna say hi"
                                    "So bored. Wanna grab some ice cream?"
                     "Nice shot"
                                                                                "Just hit my pillow"
                                                                                                      "See you tom"

                    "Nah, you'll be fine"

            "C'mon..one last bite?"

          "Just call me anytime" 
     "Tom. Lunch time. My place." 


Tapi entahlah, mungkin ini tak berarti apa-apa. Dan aku memutuskan pulang dan baca novel dan tidur. Besoklah kita jumpa lagi, essay. EH salah ding, lusa. Besok aku mau upacara bendera dalam rangka 17an. Aku dirigennya. Sayang, dianya tidak ada.


Sunday, August 13, 2017

Live for this very moment

Well, tulisan kali ini adalah tulisan yang berakhir di draft, dua hari yang lalu.

Sesekali space botton di lappy kutekan untuk mem"pause" film yang sedang kami tonton malam ini. Karena, dalam beberapa adegan, kami merasa perlu mengambil jeda untuk sekedar berkontempelasi, mendiskusikan dan mengait-ngaitkan cerita dalam film itu dengan kehidupan kami masing-masing. Aku beberapa kali berflashback dan berupaya memetik hikmah dari sepanjang perjalanan hidup ku. Popocorn, croissant, biscuits dan teh sudah hampir setengahnya habis. Terkadang kami terpingkal-pingkal dan berkaca-kaca dalam proses refleksi bersama itu. Lalu, ketika tersadar jika kami belum menyelesaikan filmnya, kami lanjut lagi. Dan pause lagi, dan lanjut lagi.

Well, film ini film India. Film yang sama sekali bukan "aku" banget. Kalau bukan karena suntuk berurusan dengan essays dan urusan akom yang sensasinya sudah seperti naik roller-coaster dan bujukan Sukma yang "racun" itu, aku tidak akan mau menontonnya. Tapi, malam ini pengecualian. Entahlah, mungkin karena Bristol lagi murung seharian, makanya rasa magerku jadi berlipat-lipat. Ke perpus juga sedang tidak mood. So, seharian, aku belajarnya di atas kasur sambil berbungkus selimut.   Rencana ke Ashton Court buat nonton festival balon udara bareng Aldi pun batal karena balonnya gak bisa terbang dengan cuaca yang seperti ini. Jadi, aku dan Sukma memutuskan malam ini bersantai di kamar saja. Dan, entah gimana prosesnya, akhirnya kami menonton film India ini. Judulnya Baar Baar Dekho.


Pic taken from here

Film ini bercerita tentang sepasang kekasih, jai dan Diya, yang sudah bersama sejak kecil dan akhirnya memutuskan menikah. Tepatnya, si wanita yang memutuskan ingin menikah dengan si pria. Si Pria adalah seorang genius, yang memiliki mimpi besar untuk menajdi seorang akademisi di Cambridge dan peluang sangat terbuka untuknya untuk mewujudkan mimpi itu. Di lain pihak, Diya merupakan seorang putri dari pria kaya raya yang sangat menyayanginya. Ketika Jai menghadap ayah Diya setelah dirinya dilamar oleh perempuan itu beberapa hari yang lalu, dan menjelaskan bahwa dirinya akan ke Cambridge, si Bapak menolak mentah-mentah rencana itu dengan alasan karena Diya tidak cocok dengan cuaca di Inggris yang dingin dan bayangan bahwa Diya akan kesepian karena tak ada sanak keluarga. Konflik pun terjadi antara Jai dan Diya. Ancaman batalnya pernikahan dan pilihan-pilihan lainnya yang harus mereka ambil mulai bermunculan.

Ketika menonton film ini, kita akan dibawa maju mundur dengan cepat. Yap,, ceritanya salah satu tokoh utama (takkan kuberi tahu siapa, biar penasaran, hehehe) mengalami lompatan waktu ke masa depan dan belakang. Ketika terbangun, tiba-tiba dia telah berada beberapa hari, bahkan tahun ke depan tanpa sedikitpun tahu apa yang telah terjadi. Ditengah kebingungannya, dia mendapati bahwa ternyata dirinya telah banyak menyia-nyiakan waktu terbaik yang dimilikinya demi mengejar mimpinya. Apa yang dia kejar membutakan dia dari kebahagiaan sejati yang sebenarnya dia butuhkan. Dengan kesuksesan karir yang dimilikinya, ternyata hatinya hampa. Singkatnya, dia menyesali beberapa bagian dari hidupnya (meski kurasa unfair karena dia sebenarnya tidak sadar kalau dia melakukan itu) dan ingin kembali ke masa lalu untuk memperbaikinya. Daaan, namanya juga film, keajaiban itu terjadi. Selanjutnya silahkan nonton sendiri, hehehe

Di luar beberapa part yang aku rasa lebay dan tak masuk akal, film ini memberiku satu pelajaran yang kurasa sesuai dengan keadaanku saat ini, yakni sebisa mungkin hiduplah saat ini detik ini. Berbahagialah. Usah risau yang berlebihan akan masa depan yang belum tentu kita datangi atau masa lalu yang bagaimanapun sudah berlalu dan tak mungkin diulang lagi, seberapapun manisnya. Hargai setiap detik yang kau punya, setiap kebaikan yang disebar oleh teman-temanmu, berbuatlah yang terbaik saat ini; untukmu dan untuk orang-orang yang kau sayangi. Do not ever take everything for granted. Kepada mereka yang telah sangat baik padamu dan punya arti dalam hidupmu, jangan ragu dan gengsi untuk menunjukkan betapa kau mencintai dan menyayangi mereka, karena kau tak tahu kapan waktu akan memisahkan kalian. Jangan biarkan yang berharga hilang begitu saja. Itulah kira-kira pesan yang bisa kutangkap dan sangat membekas untukku ketika selesai menonton film ini.

Sebagai orang yang lumayan gampang dipengaruhi oleh kisah, baik dalam film maupun buku, menonton film ini memberiku pandangan dan energi baru. Well, mungkin tidak sepenuhnya baru sih, karena konsep tentang "live for this very moment" ini sudah lama kuketahui. Cuman, kali ini pesannya sepertinya pas saja dalam kondisiku saat ini. Saat di mana aku terlalu banyak takut akan masa depan dan jarang enggan move on dari masa-masa kemaren yang manis dan melenakan sehingga lupa bahagia untuk masa sekarang. Masa yang paling real, padahal. Maka, aku memutuskan untuk membuang keluh kesah dan kecemasanku, mencoba menghargai setiap detik yang diberikan Tuhan untukku. Berupaya berterimakasih atas semua kebaikan yang dianugerahkan kepadaku: orang tua dan keluarga yang menyayangiku, sahabat yang selalu ada di setiap up and downku, pada kesempatan yang tak semua bisa dirasakan orang lain, termasuk pada ujian dan rasa sakit yang menghampiri perasaanku. Semuanya indah dengan caranya masing-masing. Aku bersyukur diberi kesempatan merasai dan mengalami berbagai emosi itu. Itu membuatku utuh, dan somehow membentukku menjadi lebih kuat dan dewasa dalam memandang segala sesuatunya, aamiin.

Maka, tak perlu menunggu lama, beberapa detik kemudian, jemariku mengetik kalimat ini:
"Assalamualaikum,,, cuman mau bilang: I love you because of Allah"
-sent to my beloved ones-

Sunday, August 06, 2017

Today's Incantation




Hello Love,

This is Sunday and you're in the study centre. Worry not, my Dear! That's not the end of the world. You're making histories, well... it might not be for the whole universe, but at least for yourself. You're in one of the best universities in the world, make sure you make the most of it. Stay focus and keep going. Here is the secret spell:

"Y.O.U. C.A.N. D.O. I.T"



Tuesday, August 01, 2017

PhD? Sebuah perjalanan sunyi?





Ditemani Chocolate Frape favorite yang kubeli di 168 (Chinese Store di Park Street), aku kembali menceburkan diri dalam lautan eh danau eh kolam daftar bacaan yang menjadi targetku hari ini. Dalam prosesnya, kadang terasa menyenangkan (tanpa sangat) dan sering bikin setress karena walaupun sudah kubaca berulang kali tetap tidak paham juga. Sigh. Kalau sudah seperti ini, aku biasanya mengambil jeda sejenak (meski sering bablas, hehehe) dengan bersosmed ria. Kalau sekarang ini, lebih ke ngecek IG sama ngeblog. Yang aku pastikan adalah jangan berhenti dari proses ini. Haram hukumnya. Karena, sekali berhenti, mau mulai lagi bisa susah.

Banyak orang bilang, lanjut PhD itu serupa dengan mengambil jalan panjang nan sunyi. Mungkin sekilas sih terlihat ringan aja ya. Masuk kelas jarang, tidak seperti teman-teman yang kuliah Master. Tapi, sebenarnya di sinilah tantangannya. Setapak yang kami lalui memang sepi. Untuk tahun pertama, yang notabene masih ada kelas saja, tak jarang kami menghilang dan bersemedi di gua pertapaan kami masing-masing. Boro-boro party-party, bersosialisasi saja sepertinya sudah malas kalau lagi masa-masa deadline. Bagiku sendiri, yang lebih terbiasa kuliah pake metode ceramah dan semuanya serba disuap, tipe independent learning ini terasa mengerikan. Bukan apa, semuanya harus diurus dan ditentukan sendiri. Dari topik apa yang akan kita bahas, pisau apa yang akan kita pakai dalam menganalisis, yang tidak pernah dibahas di dalam kelas karena kita diharapkan sudah tahu; kalaupun belum, ya cari tahu sendiri. Dosen membebaskan kita untuk mengupas topik yang kita pilih itu dengan menggunakan pisau teori apapun. No right and wrong answer. Yang dinilai adalah justifiaksi mengapa menggunakan approach tersebut dan critical thinking kita dalam menyusun argumen. Untuk sampai ke sini, banyak baca adalah suatu keharusan. Selama hampir setahun ini, sulit bagiku untuk bertanya ke orang lain jika stuck dan bingung luar biasa dikarenakan teman-teman sekelas rerata sudah bekerja dan hanya datang ke kampus jika ada kuliah. Mereka juga jarang menggunakan WA dan membuka email pada saat-saat tertentu juga. bertanya pada dosen juga rasanya tak pantas mengingat seorang kandidat PhD sudah seharusnya bisa belajar secara mandiri. Huft,,, benar-benar perjalanan sunyi.

Tantangannya adalah, dari sekian banyak bacaan itu, menentukan yang mana yang cocok dan benar-benar related itu butuh waktu dan critical thingking yang mumpuni. Soalnya, ketika membaca jurnal yang kita rasa berhubungan, semuanya kayaknya pengen dimasukkan padahal kita punya keterbatasan word count. Nah, butuh kesabaran dan skill tertentu untuk bisa memilih-milih ini. Kalau sudah begini, suka pengen nangis dan merasa bodoh. Yang memperburuk adalah ingatan tentang orang-orang yang berharap banyak pada kita, mereka yang katanya merasa terinspirasi dan kagum pada kita. Padahal, andai mereka tahu, bahwa aku sebenarnya jaaauhh dari yang mereka sangkakan itu. Aku seringkali sangat malu. Sebenarnya, disaat-saat tertentu aku menggunakannya sebagai motivasi dan penyemangat, tetapi tak jarang malah berakhir menjadi beban karena merasa telah 'menipu' mereka. Untuk menebus rasa bersalah dan berusaha mewujudkan harapan mereka, aku menghabiskan lebih banyak waktu menginap di perpus dari pada di kamar sendiri (apalagi pada saat ngejar deadline). Dampaknya jelas, kantung mata dan anjloknya timbangan, hehehe...

Dampak lain dari akumulasi setress ini adalah seringnya ada tingkah aneh-aneh dari aku dan beberapa teman kandidat PhD yang lain. Diantaranya, suka dengan isengnya godain dan ngerjain temen-temen master. kadang kami juga dinilai bertingkah absurd, hehehe. "Waduh, ini ya efek samping dari kuliah PhD? jadi mikir mau lanjut lagi, liat aja kelakuan mereka" kata beberapa teman master, hehehe. Makanya istilah PhD (Permanent Head Damage) itu menajdi semakin valid, wkwkw. Menurut salah seorang senior yang sudah hampir menuntaskan kuliah doktoralnya, jadi mahasiswa PhD memang gak boleh terlalu serius, bisa gila. Belum lagi kalau sudah masuk tahapan disertasian. Bagus kalau pembimbingnya oke, kalau dapat yang agak demanding, waduh bisa tambah pusing. Beliau menyarankan agar ritme sebaiknya dijaga. Perjalanan meraih gelar ini itu serupa marathon, bukan sprint. Tidak boleh terlalu cepat tapi juga tidak boleh terlalu santai. Kalau terlalu cepat diawal, bisa kehilangan tenaga dan mati bosan di akhir; namun kalau juga terlalu santai, bisa keteteran pada saat terakhir. Bahaya.

"Benar-benar perjuangan seorang diri ya, Mas?" tanyaku padanya. "Sebenarnya gak sendiri Mbak kalau selalu melibatkan Allah" balasnya kalem. Deg! Aku terdiam. "Bagi resep dong, Mas biar bisa istiqomah menjaga ritme dan tetap waras" tanyaku lagi. "Kalau aku, prinsipku, selalu dahulukan urusan langit. Mau itu lagi fokus banget, jika sudah tiba waktu Sholat tinggalkan kerjaan itu. Di pagi hari, tak ada barang seharipun terlewat tanpa aku mulai dengan Duha. Insyaallah hati menjadi tenang dan fikiran bisa lebih jernih" jawabnya. "Jarak dari Dhuha dan Dzuhur itu lumayan lama, Mbak. Kalau fokus, sangat cukuplah untuk bisa produktif (baik itu membaca maupun menulis), nah dan sat Dzuhur tiba, kita harus mengistirahatkan otak kita agar tidak berasap sehingga selepas solat dan makan siang dan istirahat, kita bisa melanjutkan kerja lagi. Otak sehat, jiwa tenang" Katanya sambil tersenyum. "Oh ya, satu lagi, Mbak,, waktu tidurnya di jaga, jangan begadang. Harusnya waktu kita bekerja di waktu pagi itu cukup kok, sehingga waktu malamnya bisa murni dipergunakan untuk beristirahat. Kalau diforsir, malah jadinya gak produktif, karena badan yang lelah susah untuk fokus dan membuat belajar berlipat-lipat kali lebih berat."

Duuh, bener juga siiih kata si Mas ini. Kalau aku kebalikannya, siang dipake tidur, malam dipake belajar. Padahal Allah sudah menciptakan siang untuk bekerja dan malam untuk beristirahat. Sunnatullah. Oh Ya Allah, betapa aku masih harus sangaaat berbenah. Diluar semua tuntutan akademik ini, aku merasa perjalanan sekolah dotoral ini adalah perjalanan mengenali, menaklukkan, dan memperbaiki diri sendiri di setiap menit dan detiknya. Perjalanan sunyi memang, karena yang kau hadapi adalah dirimu sendiri. Bismillah, insyaAllah aku siap memperbaiki diri. Mohon doanya juga, ya.. ^^ Semoga perjalanan kalian juga menyenangkan dan dimudahkan olehNya, aamiin.



يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ.

Ya Hayyu Ya Qayyuum, birohmatika astaghiytsu, ashliy sya’niy kullahu, wa laa takilniy ilaa nafsiy thorqota ‘aini“

Artinya: “Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).”