Sunday, August 13, 2017

Live for this very moment

Well, tulisan kali ini adalah tulisan yang berakhir di draft, dua hari yang lalu.

Sesekali space botton di lappy kutekan untuk mem"pause" film yang sedang kami tonton malam ini. Karena, dalam beberapa adegan, kami merasa perlu mengambil jeda untuk sekedar berkontempelasi, mendiskusikan dan mengait-ngaitkan cerita dalam film itu dengan kehidupan kami masing-masing. Aku beberapa kali berflashback dan berupaya memetik hikmah dari sepanjang perjalanan hidup ku. Popocorn, croissant, biscuits dan teh sudah hampir setengahnya habis. Terkadang kami terpingkal-pingkal dan berkaca-kaca dalam proses refleksi bersama itu. Lalu, ketika tersadar jika kami belum menyelesaikan filmnya, kami lanjut lagi. Dan pause lagi, dan lanjut lagi.

Well, film ini film India. Film yang sama sekali bukan "aku" banget. Kalau bukan karena suntuk berurusan dengan essays dan urusan akom yang sensasinya sudah seperti naik roller-coaster dan bujukan Sukma yang "racun" itu, aku tidak akan mau menontonnya. Tapi, malam ini pengecualian. Entahlah, mungkin karena Bristol lagi murung seharian, makanya rasa magerku jadi berlipat-lipat. Ke perpus juga sedang tidak mood. So, seharian, aku belajarnya di atas kasur sambil berbungkus selimut.   Rencana ke Ashton Court buat nonton festival balon udara bareng Aldi pun batal karena balonnya gak bisa terbang dengan cuaca yang seperti ini. Jadi, aku dan Sukma memutuskan malam ini bersantai di kamar saja. Dan, entah gimana prosesnya, akhirnya kami menonton film India ini. Judulnya Baar Baar Dekho.


Pic taken from here

Film ini bercerita tentang sepasang kekasih, jai dan Diya, yang sudah bersama sejak kecil dan akhirnya memutuskan menikah. Tepatnya, si wanita yang memutuskan ingin menikah dengan si pria. Si Pria adalah seorang genius, yang memiliki mimpi besar untuk menajdi seorang akademisi di Cambridge dan peluang sangat terbuka untuknya untuk mewujudkan mimpi itu. Di lain pihak, Diya merupakan seorang putri dari pria kaya raya yang sangat menyayanginya. Ketika Jai menghadap ayah Diya setelah dirinya dilamar oleh perempuan itu beberapa hari yang lalu, dan menjelaskan bahwa dirinya akan ke Cambridge, si Bapak menolak mentah-mentah rencana itu dengan alasan karena Diya tidak cocok dengan cuaca di Inggris yang dingin dan bayangan bahwa Diya akan kesepian karena tak ada sanak keluarga. Konflik pun terjadi antara Jai dan Diya. Ancaman batalnya pernikahan dan pilihan-pilihan lainnya yang harus mereka ambil mulai bermunculan.

Ketika menonton film ini, kita akan dibawa maju mundur dengan cepat. Yap,, ceritanya salah satu tokoh utama (takkan kuberi tahu siapa, biar penasaran, hehehe) mengalami lompatan waktu ke masa depan dan belakang. Ketika terbangun, tiba-tiba dia telah berada beberapa hari, bahkan tahun ke depan tanpa sedikitpun tahu apa yang telah terjadi. Ditengah kebingungannya, dia mendapati bahwa ternyata dirinya telah banyak menyia-nyiakan waktu terbaik yang dimilikinya demi mengejar mimpinya. Apa yang dia kejar membutakan dia dari kebahagiaan sejati yang sebenarnya dia butuhkan. Dengan kesuksesan karir yang dimilikinya, ternyata hatinya hampa. Singkatnya, dia menyesali beberapa bagian dari hidupnya (meski kurasa unfair karena dia sebenarnya tidak sadar kalau dia melakukan itu) dan ingin kembali ke masa lalu untuk memperbaikinya. Daaan, namanya juga film, keajaiban itu terjadi. Selanjutnya silahkan nonton sendiri, hehehe

Di luar beberapa part yang aku rasa lebay dan tak masuk akal, film ini memberiku satu pelajaran yang kurasa sesuai dengan keadaanku saat ini, yakni sebisa mungkin hiduplah saat ini detik ini. Berbahagialah. Usah risau yang berlebihan akan masa depan yang belum tentu kita datangi atau masa lalu yang bagaimanapun sudah berlalu dan tak mungkin diulang lagi, seberapapun manisnya. Hargai setiap detik yang kau punya, setiap kebaikan yang disebar oleh teman-temanmu, berbuatlah yang terbaik saat ini; untukmu dan untuk orang-orang yang kau sayangi. Do not ever take everything for granted. Kepada mereka yang telah sangat baik padamu dan punya arti dalam hidupmu, jangan ragu dan gengsi untuk menunjukkan betapa kau mencintai dan menyayangi mereka, karena kau tak tahu kapan waktu akan memisahkan kalian. Jangan biarkan yang berharga hilang begitu saja. Itulah kira-kira pesan yang bisa kutangkap dan sangat membekas untukku ketika selesai menonton film ini.

Sebagai orang yang lumayan gampang dipengaruhi oleh kisah, baik dalam film maupun buku, menonton film ini memberiku pandangan dan energi baru. Well, mungkin tidak sepenuhnya baru sih, karena konsep tentang "live for this very moment" ini sudah lama kuketahui. Cuman, kali ini pesannya sepertinya pas saja dalam kondisiku saat ini. Saat di mana aku terlalu banyak takut akan masa depan dan jarang enggan move on dari masa-masa kemaren yang manis dan melenakan sehingga lupa bahagia untuk masa sekarang. Masa yang paling real, padahal. Maka, aku memutuskan untuk membuang keluh kesah dan kecemasanku, mencoba menghargai setiap detik yang diberikan Tuhan untukku. Berupaya berterimakasih atas semua kebaikan yang dianugerahkan kepadaku: orang tua dan keluarga yang menyayangiku, sahabat yang selalu ada di setiap up and downku, pada kesempatan yang tak semua bisa dirasakan orang lain, termasuk pada ujian dan rasa sakit yang menghampiri perasaanku. Semuanya indah dengan caranya masing-masing. Aku bersyukur diberi kesempatan merasai dan mengalami berbagai emosi itu. Itu membuatku utuh, dan somehow membentukku menjadi lebih kuat dan dewasa dalam memandang segala sesuatunya, aamiin.

Maka, tak perlu menunggu lama, beberapa detik kemudian, jemariku mengetik kalimat ini:
"Assalamualaikum,,, cuman mau bilang: I love you because of Allah"
-sent to my beloved ones-

No comments: