Tuesday, February 19, 2013

Rectoverso

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Brrrr... dingiiin banget. Barusan dari berkendara naik motor menembus malamnya Solo yang tanpa hujan pun sangat dingin apalagi setelah hujan. Dingin yang bercapur dengan basah. Saya menyalahkan diri saya yang tidak membawa jaket. Bisa dikatakan, kali ini aku cukup nekat uji nyali dengan mengendarai motor seorang diri, di jalan ramainya Solo, Malam pula. Di Kendari saja, yang notabene kota kecil dengan kepadatan kendaraan dibawah rata-rata, saya masih takut bawa motor. Tapi kali ini saya bela-belain deh berserempetan dengan bis dan truk gede dengan kecepatan setan demi
nonton Rectoverso setelah kemarin sore saya batalkan karena Ibu Riz mau ke asrama nitip kunci rumah sama sepedanya.

Kabar gembiranya adalah, Rectoverso, yang sengaja bukunya belum saya baca demi menonton filmnya lebih dulu, menjawab ekspektasiku. Film yang terdiri dari lima kisah ini (Malaikat Juga Tahu, Cicak di Dinding, Curhat Buat Sahabat, Firasat, dan Hanya Isyarat), begitu apik divisualisasikan lewat layar. Jempol deh buat Marcelia Zalianti (Malaikat Juga Tahu), Rachel Maryam (Firasat), Cathy Sharon (Cicak di Dinding), Olga Lidya (Curhat Buat Sahabat), dan Happy Salma (Hanya Isyarat).



Uniknya, ini katanya adalah garapan mereka yang pertama, tetapi mereka membuktikan bakat yang mereka miliki bukan sekedar amatiran. Semua pemerannya pun jempol, deh. Apalagi, Lukman Sardi yang berperan sebagai Abang di Malaikat Juga Tahu. Sudah begitu, film ini juga memanjakan pencinta musiknya Dee dengan theme songs yang kereeen sepanjang masa. Saya paling menyukai saat suara emas Glen Gredly menambah power dalam film ini dibagian endingnya. Waddduhhh, sumpah deh, di bagian akhir, feelnya dapat banget, nget, nget. Bukan hanya mataku yang basah, hatiku juga.

Seratus sempurna, kamu satu, tapi lebih dari sempurna (Abang)
 Dia mencitai kamu tanpa pilihan. Bukan hanya hatinya, tapi jiwanya... (Bunda)
Aku mau orang yang bisa datang membawa segelas air putih ketika aku sakit (Amanda)
Cicak itu mencintai manusia tanpa pamrih, tanpa manusia sadari. Dia melindungi manusia dari nyamuk. (Taja)


Saya memang sengaja tidak menceritakan detail cerita film ini. Saya percaya, orang lebih senang untuk menyaksikan sendiri. Bagi saya, hanya dengan cukup melontarkan kesan, orang yang belum menonton bisa memperoleh referensi tanpa harus merasa dicekcoki dengan jalan cerita yang akhirnya dia tidak gregetan lagi pas mereka nonton. Terlebih lagi, bukunya juga sudah lama terbit :).

Yeah, seperti yang saya bilang, saya sengaja tidak membaca bukunya lebih dulu pas tau kalau ceritanya bakal di filmkan. Bukan apa, kayaknya sudah menjadi hukum alam bahwa ketika kita telah membaca sebuah buku, dan buku itu kita sukaaaa sekali, trus ketika dia dilayar lebarkan, visualisasinya sering kurang dari ekspektasi kita. Memang, pikiran dan imajinasi kita adalah theater terbaik yang ada di dunia karena apa yang ditayangkan disana benar-benar apa yang terbaik dari khayalan kita. Dan masing masing orang beda. Maka, wajarlah jika interpretasi sutradara dan artisnya jauuh dari penafsiran kita.

Well, film ini sudah saya tunggu sejak pertama kali tau bakal ditayangkan. Saya memilih nonton sendiri kali ini, karena teman-teman saya di Solo tidak begitu menyukai nonton di Bioskop. Selain itu, saya juga merasa bahwa saya dan film ini punya privacy sendiri (lebayy). Tetapi memang beberapa kisah yang ditulis Dee itu sepertinya melukiskan kisah saya sendiri. That's why I feel I need to watch this movie alone. Saya merasa nyaman diselimuti kegelapan khas bioskop. Apa lagi saat seorang diri saja. Saya terjun bebas pada alur ceritanya. Cerita yang mewakili kisahku sendiri. Cinta yang tak terucap.

Itulah saya, yang hanya bisa mencintai sebatas punggung. Itulah saya, yang hanya bisa mencintai tanpa pilihan. Bukan lagi hanya dengan hati tapi juga jiwa. Itulah saya, yang hanya bisa jadi cicaknya dia, tanpa sedikitpun dia sadari. saya teringat kata Ibu Riz pada suatu hari, "Kedahsyatan cinta seseorang adalah ketika mereka tak saling telepon, SMS, atau BBman, tetapi seseorang itu tak pernah lupa mendoakan kebahagiaan untuk yang terkasih". Duhh, dalam banget, Bu.. Tissue, please....

*Hey, You.... I love you still...






2 comments:

Diah Alsa said...

huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu, ini lagiii sudah nonton dy pwaaaaaa...

eheemm, jadi want to know deehh who is he? xooxox

ririn said...

wuahahhahaha... he is someone in the past, maknyak.. iya kalo saya bilang sih keren filmnya... nonton deh.. ^^