Assalamualaikum. WR. Wb.
Mataku terantuk pada angka 5, dimana telunjukku menyusuri kalender. Sudah
hari kelima, dan kau belum juga ada tanda-tanda membayar tunai janjimu, wahai November. Tidakkah kau
tahu betapa aku telah menghitung detik demi detik berlalu sejak September
menyerah untuk menerbangkanku ke Minnesota,
dan katanya adalah Kau, November, yang akan membuka “gerbang leymu” bagiku untuk melintas samudra dan benua, tempat aku akan menjelmakan mimpi-mimpi akademikku. Ini sudah hari kelima, berapa lama lagikah aku harus menunggu?
dan katanya adalah Kau, November, yang akan membuka “gerbang leymu” bagiku untuk melintas samudra dan benua, tempat aku akan menjelmakan mimpi-mimpi akademikku. Ini sudah hari kelima, berapa lama lagikah aku harus menunggu?
Kumohon jangan katakan padaku kalau dirimu tidak berniat menepati janji itu. Usah khawatir, aku janji aku tidak akan seperti Scathach, sang bayangan yang selalu membenci
sensasi Gerbang Ley. Aku telah mengemasi semua kebutuhanku dalam tas mungil
serupa milik Hermione. Aku telah
merapal mantra-mantra untuk bertahan menghadapi bekunya salju pada Desember nanti. Meski kuyup dan gemetar dalam upaya
memantaskan diriku untuk dapat bersimpuh dalam altar ilmu pengetahuan di University of Minnesota, kukatakan padamu sekali lagi,
aku telah siap.
Mimpi ini sudah kupupuk sangat lama. Aku telah melewati masa-masa penuh
rasa tidak percaya diri dan ketakutan mengetuk-ngetuk pintu beasiswa. Aku
menyambar setiap pelampung terdekat ketika perahu mimpiku hampir karam diserang
gagal. Aku telah megap-megap, menggigil dan mengkerut sampai akhirnya mercusuar
bernama Double Degree Program UMS_Univ.
of Minnesota itu tampak jua. Berkelip indah memanduku. I have been on the right track, finally. Sekuat tenaga aku berenang-renang menuju tepi. Tetapi ternyata ombak tak
kunjung tenang. Tersiksa rasanya ketika seluruh panca indramu mampu mengecap,
membaui, dan melihat pesona hangat daratan impian tetapi tangan dan kakimu
seakan tersangkut sesuatu yang tak dapat kau kenali. Jarakmu dengannya sudah
tidak lebih dari selemparan batu. Kerabat dan handai taulan telah tersenyum
mengibarkan sapu tangan warna-warninya untuk menjemputmu, berbaris riang di
tanjung harapan. Tetapi kau tidak berdaya, hanya mampu menengadah kelangit,
menagih janji untuk dilunasi.
No comments:
Post a Comment