Assalamualaikum. Wr. Wb.
Serangan di Palestina lagi-lagi mendominasi layar kaca dan wall FB. Sejujurnya, biasanya saya hanya akan merasa prihatin dan beroda untuk mereka setiap kali saya menonton berita tersebut. Jika sedang tidak menatap layar kaca, saya akan melupakan kejadian itu. Tapi sekarang sudah beda. Saya berduka dan berdoa untuk saudara sesama muslim di Palestina hampir setiap saat, bahkan ketika tidak menonton berita tentang itu.
Sejak berkenalan dan kemudian saling sharing dengan beberapa mahasiswa dari Palestina, seperti yang
saya ceritakan dalam postingan sebelumnya, kepedulian saya akan apa yang terjadi di negara tersebut meningkat. Begitulah, terlebih lagi saat chatting dengan Qundah semalam. Dia menayakan kapan aku akan balik ke Solo dan ngobrol lagi dengan mereka. Aku menjawab tak tahu pasti, yang jelas aku akan kembali ke Solo ketika panggilan untuk terbang ke Minnesota telah ada dan penelitianku telah beres. Aku begitu tersentuh ketika dia berkata "we miss you, Miss". Oh Qundah, I miss you too, brother. Percakapan berlanjut dengan dia menanyakan segalanya tentang Kendari dan bagaimana dia begitu excited ketika aku mengundangnya ke Kendari. Ku katakan padanya, aku telah "memamerkan" foto-foto dan videoku bersama mereka kepada keluargaku. Dia tergelak ketika kubilang bahwa orang tuaku berseru mereka tinggi sekali,,hehehe
Sepertinya dalam chatting semalam, saya agak takut menyinggung tentang serangan di negaranya. Takut membuatnya semakin cemas dan makin merindukan keluarga. Tetapi pada akhirnya topik itu tersenggol juga ketika dia mengaku iri karena aku bisa berkumpul dengan keluarga sekarang ini, sementara dia tidak. Duhhh, aku serasa tertohok. Meski baru saling mengenal, aku merasa senang dengan mereka. Meski besar badannya hampir dua kali besar badanku, tetapi mereka adalah adik-adik baruku. Mendengarkan curhatan mereka adalah aktivitas baru yang mendamaikanku. Maka, aku pun bertanya tentang keadaan keluarganya di Palestina dan menyampaikan simpatiku. Alhamdulillah, katanya keluarganya aman karena mereka tidak berada di Jalur Gaza, tetapi hatinya pedih melihat negara yang dicintainya luluh lantak oleh serangan bom. Aku segenap jiwa mencoba memberi penghiburan walau aku tahu itu tidak bisa mengobati luka. Yeah, sampai kapan pun pasti tak akan bisa. Luka itu terlalu lebar menganga, tak sempat kering karena selalu diserang tanpa henti.
Kata Qundah, dia amat senang bisa chat denganku malam tadi, karena menurut pengakuannya, tak ada satupun yang menanyakan tentang negaranya di Solo. Jangan sedih Qundah, aku yakin itu bukan karena mereka tak peduli, tetapi karena takut membuatmu kian sedih. Maka, kali ini pun aku memanjatkan doa untuk kebebasan negaramu dan keselamatan saudara setanah airmu di Palestine, Qundah. Kau pun tegar dan sabarlah, semoga kasih sayang Allah selalu untukmu dan keluargamu, amiiiin...
Serangan di Palestina lagi-lagi mendominasi layar kaca dan wall FB. Sejujurnya, biasanya saya hanya akan merasa prihatin dan beroda untuk mereka setiap kali saya menonton berita tersebut. Jika sedang tidak menatap layar kaca, saya akan melupakan kejadian itu. Tapi sekarang sudah beda. Saya berduka dan berdoa untuk saudara sesama muslim di Palestina hampir setiap saat, bahkan ketika tidak menonton berita tentang itu.
Sejak berkenalan dan kemudian saling sharing dengan beberapa mahasiswa dari Palestina, seperti yang
saya ceritakan dalam postingan sebelumnya, kepedulian saya akan apa yang terjadi di negara tersebut meningkat. Begitulah, terlebih lagi saat chatting dengan Qundah semalam. Dia menayakan kapan aku akan balik ke Solo dan ngobrol lagi dengan mereka. Aku menjawab tak tahu pasti, yang jelas aku akan kembali ke Solo ketika panggilan untuk terbang ke Minnesota telah ada dan penelitianku telah beres. Aku begitu tersentuh ketika dia berkata "we miss you, Miss". Oh Qundah, I miss you too, brother. Percakapan berlanjut dengan dia menanyakan segalanya tentang Kendari dan bagaimana dia begitu excited ketika aku mengundangnya ke Kendari. Ku katakan padanya, aku telah "memamerkan" foto-foto dan videoku bersama mereka kepada keluargaku. Dia tergelak ketika kubilang bahwa orang tuaku berseru mereka tinggi sekali,,hehehe
Sepertinya dalam chatting semalam, saya agak takut menyinggung tentang serangan di negaranya. Takut membuatnya semakin cemas dan makin merindukan keluarga. Tetapi pada akhirnya topik itu tersenggol juga ketika dia mengaku iri karena aku bisa berkumpul dengan keluarga sekarang ini, sementara dia tidak. Duhhh, aku serasa tertohok. Meski baru saling mengenal, aku merasa senang dengan mereka. Meski besar badannya hampir dua kali besar badanku, tetapi mereka adalah adik-adik baruku. Mendengarkan curhatan mereka adalah aktivitas baru yang mendamaikanku. Maka, aku pun bertanya tentang keadaan keluarganya di Palestina dan menyampaikan simpatiku. Alhamdulillah, katanya keluarganya aman karena mereka tidak berada di Jalur Gaza, tetapi hatinya pedih melihat negara yang dicintainya luluh lantak oleh serangan bom. Aku segenap jiwa mencoba memberi penghiburan walau aku tahu itu tidak bisa mengobati luka. Yeah, sampai kapan pun pasti tak akan bisa. Luka itu terlalu lebar menganga, tak sempat kering karena selalu diserang tanpa henti.
Kata Qundah, dia amat senang bisa chat denganku malam tadi, karena menurut pengakuannya, tak ada satupun yang menanyakan tentang negaranya di Solo. Jangan sedih Qundah, aku yakin itu bukan karena mereka tak peduli, tetapi karena takut membuatmu kian sedih. Maka, kali ini pun aku memanjatkan doa untuk kebebasan negaramu dan keselamatan saudara setanah airmu di Palestine, Qundah. Kau pun tegar dan sabarlah, semoga kasih sayang Allah selalu untukmu dan keluargamu, amiiiin...
No comments:
Post a Comment