Assalamualaikum. Wr. Wb.
See, belum juga berapa lama setelah mengapdet postingan terakhir, saya telah diberi bukti lagi tentang gadget yang bukanlah segalanya. Jadi, namanya Ari. Aku memanggilnya Ibu Ari karena beliau memang telah menikah dan hampir seusia ibu saya. Saya baru mengenalnya tadi, saat makan siang di kantin. Dia duduk di bagian pojok seorang diri, di sebuah meja segi empat dengan tiga kursi kosong.
Kami, yang kebetulan sedang bertiga (Lili, Nita dan saya), memilih untuk duduk di meja itu. Setelah saling mengangguk, kami pun mengambil makan.
Sepintas, ibu Ari ini seperti perempuan Jawa pada umumnya. Sederhana tetapi menguarkan wibawa yang diatas rata-rata. Ibu Ari membuka percakapan lebih dulu. "Dari luar Jawa ya, Mbak?" tanyanya. Kami bertiga megangguk kompak dan menjelaskan bahwa Nita dari Bima, sedangkan Lili dan saya dari Sulawesi. "Ooo.. ketahuan dari logatnya" katanya seraya tersenyum. Lalu percakapan yang menemani makan siang kami pun berlanjut. Kami balik menanyakan tempat tinggalnya, dan mengapa cara bicaranya tidak seperti orang Jawa pada umumnya, tidak mendok. Beliau berkata bahwa itu karena dirinya lama berkelana keluar Jawa sejak tamat SMA. Bandung, Jakarta, dan Jepang adalah tempat tinggalnya selama ini.
Tutur bahasa yang digunakan ibu Ari menjelaskan siapa dia sebenarnya. Dia datang dari lngkungan akademis. Suaminya adalah Dosen tetap Universitas Sebelas Maret, sedang dia sendiri adalah tenaga pengajar di suatu yayasan yang cukup terkemuka. Oooo... pantas saja, auranya beda, batinku. Kami meminta beliau menceritakan pengalaman merantauya yang hingga ke Jepang, dan kami pun tersihir akan kisahnya. Ada sesuatu dalam ketelitiannya memilih kata. Kecakapan yang hanya dimiliki orang yang berkualitas secara intelektual dan spritual. Dia secara sempurna menceritakan indahnya kehidupan di Jepang tanpa sedikitpun terpeleset oleh godaan menjadi sombong. Kesederhanaan pakaian dan asesorisnya tak memiliki daya untuk menyamarkan siapa dia sebenarnya. Dialah mutiara sejati. Kilaunya tak terkalahkan meski dalam balutan "baju" dan sederhana.
Inilah yang aku maksudkan dari postingan sebelumnya. Tentang bagaimana sophisticated gadget yang dimiliki seseorang tak bisa menipu kualitas sebenarnya dari orang tersebut. Banyak yang mengasosiasikan smart gadget dengan cool image. Maka beramai-ramailah orang membeli barang tersebut, bahkan ada yang sampai memaksakan minjam duit sana-sini. Mereka mati-matian menipu diri dengan barang-barang tersebut. Dikiranya, dengan memiliki "those magic stuffs", mereka juga secara otomatis akan terlihat cool. But, hey.. hold on for a second. What make you who you are is not the things you own. It is what on your mind that then reflected by your attitude.
Maka benarlah ketika, seorang temanku memberi komen "Hidup Nokia 1100" pada status terbaruku di FB tentang "Can money buy you the class? Can smart gadget automatically make you smart too?" Dialah Fandi, mantan muridku di JILC Kendari dulu. Fandi adalah satu lagi keajaiban dunia yang tak terpublikasi. Dia adalah salah satu dari sedikit muridku yang cerdas dan sangat multy talented. Prestasinya di sekolah bersinar seiring sejalan dengan prestasinya dalam dunia seni. Kualitas diri Fandi tidak terbantahkan bagi siapapun yang mengenalnya. Meski keseharianya dia hanya dibalut penampilan yang sangat sederhana dan gadget yang sangat standar, dia telah membuktikan keeksistensiannya. Dia tetap terlihat dan terpindai walau tak pernah memaksudkan untuk menonjolkan diri.
Tetapi tidak sedikit yang melakukan sebaliknya. Banyak yang melengkapi diri dengan gadget keluaran terbaru hanya untuk bisa kelihatan eksis. Tetapi nyatanya tetap tidak bisa menjadi apa-apa. Ketika masih mengajar di JILC dulu, banyak siswaku yang seakan menjadi "korban mode". Banyak yang memaksakan membeli ini itu tetapi masih tetap kalah pamor dengan Fandi, yang cuek, yang apa adanya, dan hanya menenteng Nokia 1100 itu. Dibandingkan dengan pemilik BB, Android, dan Tab, level Fandi, dengan Nokia 1100nya tetap berada pada podium tertinggi.
See, gadget bukan segalanya untuk mengupgrade level dirimu, Guys... Tanpa diikuti pemikiran yang smart dan modern, dirimu tetaplah nothing...
See, belum juga berapa lama setelah mengapdet postingan terakhir, saya telah diberi bukti lagi tentang gadget yang bukanlah segalanya. Jadi, namanya Ari. Aku memanggilnya Ibu Ari karena beliau memang telah menikah dan hampir seusia ibu saya. Saya baru mengenalnya tadi, saat makan siang di kantin. Dia duduk di bagian pojok seorang diri, di sebuah meja segi empat dengan tiga kursi kosong.
Kami, yang kebetulan sedang bertiga (Lili, Nita dan saya), memilih untuk duduk di meja itu. Setelah saling mengangguk, kami pun mengambil makan.
Sepintas, ibu Ari ini seperti perempuan Jawa pada umumnya. Sederhana tetapi menguarkan wibawa yang diatas rata-rata. Ibu Ari membuka percakapan lebih dulu. "Dari luar Jawa ya, Mbak?" tanyanya. Kami bertiga megangguk kompak dan menjelaskan bahwa Nita dari Bima, sedangkan Lili dan saya dari Sulawesi. "Ooo.. ketahuan dari logatnya" katanya seraya tersenyum. Lalu percakapan yang menemani makan siang kami pun berlanjut. Kami balik menanyakan tempat tinggalnya, dan mengapa cara bicaranya tidak seperti orang Jawa pada umumnya, tidak mendok. Beliau berkata bahwa itu karena dirinya lama berkelana keluar Jawa sejak tamat SMA. Bandung, Jakarta, dan Jepang adalah tempat tinggalnya selama ini.
Tutur bahasa yang digunakan ibu Ari menjelaskan siapa dia sebenarnya. Dia datang dari lngkungan akademis. Suaminya adalah Dosen tetap Universitas Sebelas Maret, sedang dia sendiri adalah tenaga pengajar di suatu yayasan yang cukup terkemuka. Oooo... pantas saja, auranya beda, batinku. Kami meminta beliau menceritakan pengalaman merantauya yang hingga ke Jepang, dan kami pun tersihir akan kisahnya. Ada sesuatu dalam ketelitiannya memilih kata. Kecakapan yang hanya dimiliki orang yang berkualitas secara intelektual dan spritual. Dia secara sempurna menceritakan indahnya kehidupan di Jepang tanpa sedikitpun terpeleset oleh godaan menjadi sombong. Kesederhanaan pakaian dan asesorisnya tak memiliki daya untuk menyamarkan siapa dia sebenarnya. Dialah mutiara sejati. Kilaunya tak terkalahkan meski dalam balutan "baju" dan sederhana.
Inilah yang aku maksudkan dari postingan sebelumnya. Tentang bagaimana sophisticated gadget yang dimiliki seseorang tak bisa menipu kualitas sebenarnya dari orang tersebut. Banyak yang mengasosiasikan smart gadget dengan cool image. Maka beramai-ramailah orang membeli barang tersebut, bahkan ada yang sampai memaksakan minjam duit sana-sini. Mereka mati-matian menipu diri dengan barang-barang tersebut. Dikiranya, dengan memiliki "those magic stuffs", mereka juga secara otomatis akan terlihat cool. But, hey.. hold on for a second. What make you who you are is not the things you own. It is what on your mind that then reflected by your attitude.
Maka benarlah ketika, seorang temanku memberi komen "Hidup Nokia 1100" pada status terbaruku di FB tentang "Can money buy you the class? Can smart gadget automatically make you smart too?" Dialah Fandi, mantan muridku di JILC Kendari dulu. Fandi adalah satu lagi keajaiban dunia yang tak terpublikasi. Dia adalah salah satu dari sedikit muridku yang cerdas dan sangat multy talented. Prestasinya di sekolah bersinar seiring sejalan dengan prestasinya dalam dunia seni. Kualitas diri Fandi tidak terbantahkan bagi siapapun yang mengenalnya. Meski keseharianya dia hanya dibalut penampilan yang sangat sederhana dan gadget yang sangat standar, dia telah membuktikan keeksistensiannya. Dia tetap terlihat dan terpindai walau tak pernah memaksudkan untuk menonjolkan diri.
Tetapi tidak sedikit yang melakukan sebaliknya. Banyak yang melengkapi diri dengan gadget keluaran terbaru hanya untuk bisa kelihatan eksis. Tetapi nyatanya tetap tidak bisa menjadi apa-apa. Ketika masih mengajar di JILC dulu, banyak siswaku yang seakan menjadi "korban mode". Banyak yang memaksakan membeli ini itu tetapi masih tetap kalah pamor dengan Fandi, yang cuek, yang apa adanya, dan hanya menenteng Nokia 1100 itu. Dibandingkan dengan pemilik BB, Android, dan Tab, level Fandi, dengan Nokia 1100nya tetap berada pada podium tertinggi.
See, gadget bukan segalanya untuk mengupgrade level dirimu, Guys... Tanpa diikuti pemikiran yang smart dan modern, dirimu tetaplah nothing...
2 comments:
Salam kenal,Aku dari: http://rudalboy.blogspot.de.
Ceritanya sangat menarik dan Blognya sangat bermanfaat untuk sesama.
terimakasih... salam kenal juga, saya ijin ngefollow ya..^^
Post a Comment