Friday, October 15, 2010

Jalan yang kupilih

Akhirnya kuputuskan mengakhiri kesia-siaan ini. Berhenti meremehkan waktu, seakan dia akan ada terus untukku. beberapa hari belakangan ini jiwau ingin teriak. keras-keras. isi dalam kepala yang meronta untuk dikeluarkan. tapi selalunya kusabar-sabarkan saja mereka dengan berlindung dibalik tameng sibuk, lagi bad mood, koneksi gag bagus, blablabla... Tapi kali ini, mereka dah bisa diajak kompromi lagi. Katanya mereka bakal ikut program keluarga berencana kalo masih terus kupenjara dalam kepala. Mereka akan berhenti memproduksi ide. Wah sungguh mengerikan!!! Menyerah tanpa syarat akhirnya ku posting juga deh pahatan perasaan yang sebenarnya telah kuketik beberapa hari yang lalu... ini dia...

“Don’t under estimate your self!”
“There is a giant in your body”


Entah sudah seberapa sering aku mendengar dan melihat kalimat ini. Ada dalam ucapan guru-guruku, ada dalam nesehat sahabat-sahabatku, membahana di radio-radio, di buku-buku motivasi, di pamphlet-pamphlet, di kolom-kolom koran, dan sekarang marak didengung-dengungkang oleh para motivator. Efek kalimat ini pun tidaklah main-main. Banyak jiwa-jiwa yang tertidur mulai menggeliat lalu kemudian tebangun demi mendengar kalimat-kaimat ini. Rame-rame mereka merebut peluang dan melambungkan mimpi, semata karena didadanya telah terbangun sang macan. Memamerkan cakar-cakar siap menerkam ketakutan dan ketakpercayaan diri yang selama ini meninabobokan mereka telalulama.

Aku menyaksikan fenomena ini dengan takjub. Satu-satu kusaksikan semangat memprofokasi ketakberdayaan untuk beranjak. Tiap kali ada lowongan mereka tak ragu untuk menjemput. Siap berebut tempat. Walau seringkali tak linear dengan academic background, dan keahlian yang mereka miliki. Mereka telah jadi macan., hehehe


Lalu aku bertanya pada diri yang juga tak menunjukkan geliat seperti halnya mereka. “Am I underestimating my self?” Mungkin jawabannya iya. Tapi saya tidak malu untuk itu. BUkankah tidak perlu jadi macan untuk memberikan yang terbaik dari diri? Macan bisa berjaya jika dia di hutan rimba. Ditempat dimana semestinya ia berada. Tapi apakah dia bisa menunjukkan kedigjayaan yang sama jika dia berada di dalam rengkuhan samudra nan biru? Apakah dia bisa mengaum dengan penuh wibawa jika berada di rentangan angkasa raya? Aku kira tidak. Lalu mengapa semua seakan berlomba menjadi macan? Aku tak mau menjadi macan jika angkasa raya adalah rumaku. Bunuh diri namanya jika memilih menjadi macan, jika samudra yang membiru itu adalah nafas hidupku.


Tepatnya 28 September yang lalu, Kemenlu mengadakan sosialisasi menyangkut penerimaan cpns jalur khusus di lingkupnya. Dalam sosialisasi itu, dibahaslah mengenai jenjang karir dan tanggung jawab apabila berhasil masuk dan bergabung dalam kementrian bergengsi itu. Segala iming2 gengsi yang menggiurkan, jumlah uang dalam rekening yang bisa membuat orang lupa diri, pergaulan dari kalangan atas, fasilitas serba lux, bla..bla..bla.. aku mendengar dengan takjub, sembari berhayal, wa….hhh alangkah menyenangkannya bisa medapatkan segala kemewahan itu… Kemana-mana mengendarai mobil pribadi, mobile phone yang selalu keluaran terbaru, laptop tercanggih dan termahal, berbalutkan pakaian dengan standar fashion ala perancang2 paris, farfume mewah yang tak semua kalangan bisa memakainya, kolega dari kasta atas, dan sebagainya dan sebagainya… Yah itulah yang terbayang dalam ruang benakku ketika kepala biro kemenlu itu mengurai janji-janji yang melenakan yang ditawarkan kemenlu.

Tetapi ketika beliau menyebutkan tugas dan tanggung jawab yang akan diemban anggota kemenlu, balon-balon imajinasiku pecah satu-satu. "Blup..blup.." bunyinya mengaktifkan kembali saraf diotakku untuk kembali kedunia nyata, bumi tempatku berpijak saat ini. Menyerbuku dengan banyak sekali pertanyaan. Tentang apakah mejadi anggota kemenlu cocok dengan diriku? Tentang sanggupkah aku memikul beban yang diemban para duta Negara itu?

Lalu seakan sebuah cermin besar diletakkan dihadapanku oleh tangan tak kasat mata. Bukan cermin Tarsah seperti yag dilihat oleh Harry Potter. Bukannya menampakkan hasrat terdalam dari hatiku tetapi cermin yang dihadapanku ini kebalikanya. Aku menatap kedalam cermin dan yang tampak pertama kali adalah gambaran aku yang kalang kabut dengan berbagai kewajiban administratif yang diemban anggota kemenlu. aku pun bergidik ngeri. Lalu cermin besar itu kemudian menampakkan satu episode yang lain lagi. Aku melihat diriku dibentak-bentak oleh atasan karena laporan yang aku buat tak seperti yang mereka inginkan, lalu ada lagi aku yang sedang duduk lesu didepan komputer, mata merah, perih dan berat, jam di meja menunjukan pukul 2 pagi, dan aku mendamba hangatnya selimut di kamarku. Kemudian sang cermin menampakkan aku yang tengah telpon2an dengan family, setengah gila memikirkan mereka tengah kumpul2 keluarga-TANPAKU-!!! oh tidak!!! segera tinjuku menhancurkan cermin bangsat itu!!!

Rupanya menjadi anggota kemenlu sangat tidak cocok dengan diriku. Apa yang kupunya dan apa yang bersedia kuberikan tidaklah bersesuaian dengan apa yang dibutuhkan pihak kemenlu. Aku tidak menyalahkan pihak kemenlu yang mensyaratkan apa yang menurutku terlalu berat. Aku hanya membaca diri. Membaca keinginanku dan konsep yang kubuat dalam menapaki hidupku. Aku orang yang cukup nyante, senang bermalas2an dipagi hari, menikmati langit sore, bercengkrama dengan diam, melakukan hal2 tak penting, sama sekali bukan pribadi yang diinginkan kemelu. Lalu kenapa juga aku harus memaksakan diri??

                                                                           Ilustrasi

Selama ini yang kuyakini, mengajar adalah pilihan hidupku, jalan yang ditunjukkan Tuhan untukku. Aktivitas yang tidak menuntut waktu terlalu banyak. Jadi aku masih bisa menikmati hari bersama keluarga, bermalas2an (yang merupakan sifat bawaan orok), dan melakukan hal2 tak terduga, hehehe. Lagian menurutku, aku bagus kok jadi guru. Murid2ku juga bilang begitu, sih :D. jadi biarlah kujabani saja tugas mulia ini dengan sebaik2nya. Setidaknya aku merasa bisa mempertanggugjawabkannya di dunia akhirat. Toh ada banyak sekali orang2 yang memang layak untuk menjadi anggota big family of kemenlu. Mereka yang jiwanya benar2 terpanggil mengemban tugas2 anggota kemenlu. Tentu saja dengan segala kualifikasi standar kemenlu.

Lalu Aku berkaca pada artis2 di tanah air tercinta yang degan tak tahu malunya menjabani segala pekerjaan dimana they are not good in it at all. Contohnya saja, ya si …, eh, tidak perlu tulis nama. Nanti bisa tersangkut kasus lagi. ok. kita bisa lihat arktris-aktor yang menjajal kemampuan diluar bidang yang mereka expert, misalnya yang biasa akting jadi coba nyanyi, atau pun sebaliknya dengan modal ikutan2 doang aau malah lebih parah merasa diri terlalu multi talent. Fakta membuktikan bahwa hanya sedikit dari mereka yang benar2 ok dan bisa diterima masyarakat, seumpama BCL. Tapi yag lain?? malah membuat dunia musik yang kukenal jadi tak seasik dulu. Akhirnya bukannya menaikkan pamor mereka, tetapi malah membuat mereka jadi sasaran cemoohan pecinta musik. Sungguh sangat tidak cool. Bukankah akan lebih baik jika mereka fokus saja ke bidang yang mereka kuasai supaya bisa memberikan yang terbaik?? Bukankah masih banyak penyanyi handal yang bisa menghiasi jagad musik? Bukankah kanvas jika tidak dilukis oleh seorang pelukis yang expert tidak akan menghasilkan lukisan yang menawan? Bukankah mencintai musik tidak berarti harus menjadi pemusik?

Tetapi, mereka masih agak mending. Paling tidak mereka tidak merugikan orang lain. Toh kalau tidak suka lagunya, pendengar punya kuasa yang besar untuk mengganti track atau chanel. Masalah selesai. sama sekali tak memakan korban. Tapi apa jadinya jika saya memaksakan diri untuk menjadi apa yang sebenarnya saya tak sanggupi? Bukan karena bodoh, tetapi karena jiwa saya tersiksa jika dipaksa kesitu. Rumah saya bukan disitu. Aku tak sanggup membayangkan nasib bangsa yang kusayangi ini jika berada dipundak mereka yang tak berkompeten untuk itu, mereka yang memang bukanya bodoh, bukannya tak hebat, tapi memang tidak cocok ditempat itu?

Ketika modal yang dimiliki hanya sekedar rasa percaya diri yang tinggi, tanpa adanya background yang sesuai, mending tidak usah memaksakan diri untuk bekerja dibidang2 tertentu. Toh masih banyak bidang lain yang hanya akan sukses jika ditangani kita. Masih banyak senyum yang bisa kita ukir dibumi pertiwi ini diluar lingkup kemenlu.

Bkan kah tak perlu menjadi macan jika rumah kita adalah samura nan biru??

RIRIN...

2 comments:

Diah Alsa said...

Riiiiiiiin, like this post very much..

setujuuuu, hmmm... be our self more better than be another one...

eheemm, keknya “Don’t under estimate your self!” ada yg prnah sms saya spt itu deh, sapa diii?? hahahahh

Unknown said...

good luck for your

Ruslan Haruna

http://www.ruslanharuna.com