Assalamualaikum. wr.wb.
Hallo, sudah lumayan lama tidak bersua. Rasanya kangen sekali. Ada banyak yang terjadi, ada banyak yang ingin dibagi di sini, namun apa daya mood yang naik turun plus banyak hal yang mesti dirampungkan membat saya belum bisa menulis lagi di blog. Sebenarnya, bukan tidak ada niatan sama sekali untuk membuat postingan baru, hanya saja, seringkali cerita itu mandek di tengah jalan (dan akhirnya berakhir di draft, mau dilanjutkan rasanya sudah lain_blame the mood, hehhe).
Oke, setidaknya hari ini saya janji tidak akan berhenti ditengah. Topiknya random aja yah., hehehe.
Well, setelah pengumuman lulus seleksi wawancara, agenda berikutnya dari rangkaian kegiatan penerima beasiswa LPDP adalah ikut PK alias persiapan keberangkatan. Ini wajib hukumnya untuk diikuti seluruh awardee, jika tidak ikut maka akan dinyatakan mundur. Saya dimasukkan di PK-33, bersama orang-orang super kece dari seluruh Indonesia bahkan ada yang sedang berdomisili di luar negeri (Mas Eko-Jerman, Ian-Taiwan, Mas Dayu-Singapura). PK berlangsung selama seminggu. Hanya seminggu, tapi suskses bikin hampir semua peserta gagal move-on. Sampai banyak yang pengen bisa ngulang lagi. Ya, PK 33 memang sedahsyat itu. Untuk cerita PK ini, saya niatkan untuk buat postingan sendiri di lain waktu, karena terlalu banyak cerita yang ingin saya abadikan, dan mungkin tidak maksimal jika saya include-kan dalam postingan kali ini.
Singkat cerita, seminggu berlalu dengan begitu cepat. saya jadi teringat dengan teori relativitas waktu, yang konon kalau kita bahagia, lengan waktu berputar dengan cepat, sementara ketika kita nelangsa, dia akan berputar lebih lambat dari kura-kura. Saya rasa itu benar adanya. Karena pas hari penutupan PK kemaren, saya sempat tak percaya, ini beneran sudah seminggu? Ini serius PK 33 udahan hari ini? Besok udah mau balik Kendari lagi? Yah begitulah, ada perasaan tak rela ketika PK telah berakhir.
Setelah PK, saya dihadapkan pada kenyataan lain bahwa saya adalah salah satu dari sedikit awardee beasiswa LPDP PK 33 yang belum punya LoA. Di grup Line Suryanara_UK chapter, teman-teman sudah heboh berburu informasi mengenai akomodasi, mekanisme pengurusan visa, settlement allowance (SA), dll. Dalam suasana itu, saya hanya bisa jadi silent reader dan rajin menyimpan informasi penting di note. Saya sendiri mulai ketar-ketir. Beasiswa sudah dapat, tapi kampus yang mau menerima belum dapat. Saya segera apply ke Uni yang saya tuju, yakni University of Aberdeen. Saya lalu mengunggah dokumen yang diperlukan trus submit (27 April 2015). Menurut teman yang juga daftar di Aberdeen, LoA mereka keluar dalam 2 minggu setelah submission, bahkan kata Bro Dion, dia dapat LoA dalam 3 hari.
Berdasarkan informasi itu, saya pun mulai menunggu dan menunggu. Tiga hari setelah submission date, saya ngecek email setiap saat (ada kali 60 kali sehari, hehehe), berharap ada email dari Aberdeen yang menyatakan saya diterima disana. Hasilnya nihil. Saya juga rajin ngecek ke akun pribadi di portal Aberdeen dan hasilnya sama. Saya mencoba sabar dan menunggu sampai 2 minggu. Hasilnya sama juga, status aplikasi masih dalam proses. Sementara di Line, teman-teman yang mau ke UK makin heboh aja, sudah sampai rencana liburan bareng keliling Eropa, dll. Kembali saya hanya jadi silent reader, hiks...
Tidak mau terus bertanya-tanya, saya nekad menelepon post graduate admission-nya. Biayanya lumayan banyak sih tapi tidak apa-apalah yang penting dapat jawaban pasti dan tidak harus setiap tiga detik cek email untuk ini, hehehhe. Kata pihak sana, status aplikasi saya masih dalam "dilelang" ke profesor gitu dan akan diberitahu hasilnya tidak lebih dari dua bulan setelah saya submit aplikasinya.
Saya akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif ke dua dan ke tiga. Saya apply ke universitas lain di UK (anaknya udah UK garis kerass, hehehe). Uni of Exeter, Birmingham, Edinburgh, Nottingham adalah universitas target aplikasi saya selanjutnya sambil menunggu berita (semoga) baik dari Aberdeen. Rerata pada portal aplikasi universitas-universitas tersebut, disebutkan bahwa lama proses yang dibutuhkan untuk membuat keputusan apakah saya diterima atau tidak adalah delapan minggu bahkan lebih. Yaah, sama saja, tapi mau gimana lagi? kalau memang begitu ya harus diikutin aja. Saya sudah berusaha semaksimal yang saya bisa. Hasil akhir Dia yang menentukan. Hari-hari berlalu, bayang-bayang berhasil dan gagal keterima terus ada di otak, tidak mau pergi. Pagi, siang dan malam saya dipenuhi dengan doa. Doa yang tidak henti.
Sampai akhirnya, secercah harapan datang dari dosen saya waktu S2 dulu. Beliau memasukkan saya dalam grup WA untuk Forum KUI PTM. Pada suatu kesempatan, saya bercerita bahwa saya adalah awardee beasiswa LPDP angkatan 33 tapi belum punya LoA. Saya juga menjelaskan mengenai jurusan yang saya ambil dan di universitas mana saja saya sudah apply. ketika saya sebutkan Nottingham, dosen saya (yang alumni Nottingham dan merupakan Kepala KUI di UMS) menawarkan bantuan. Kata Beliau dia kenal dengan Kepala IO disana. Tampaknya UMS juga punya kerjasama dengan Nottingham. Cocok deh. Beliau kemudian meminta nomor registrasi saya dan summary aplikasi online saya untuk diteruskan ke orang Nottingham. Tanpa membuang waktu, saat itu juga saya mengirim email kepada beliau dan selang beberapa menit saya sudah menerima forward-an email beliau ke staff di Nottingham mengenai aplikasi saya. Saya sadar bahwa bantuan ini tidak menjamin bahwa saya akan serta merta diterima. Bagaimanapun saya sadar pihak Nottingham pastilah akan bekerja secara profesional dan tidak akan menurunkan standar mereka dalam menjaring calon mahasiswa. Tapi, tetap saja ini membuat saya berbahagia. Saya bahagia karena saya sadar, Allah tidak pernah membairkan saya berjalan sendiri. Selalu ada malaikat yang dikirimNya untuk membantu saya. Setidaknya, walaupun pada akhirnya harapan saya tidak terwujud, saya tetap bersyukur karena pada prosesnya saya sudah berusaha secara maksimal.
Bantuan lain datang dari ELC, salah satu agen konsultasi pendidikan. ketika mengetahui saya adalah awardee LPDP dan belum mendapat LoA, ELC menawarkan bantuan untuk memfasilitasi aplikasi saya di Coventry dan Curtin (dua universitas yang menjadi klien mereka). Karena saya sudah UK-minded sekali, maka saya langsung tertarik pada Coventry, namun sayang sekali Coventry tidak masuk dalam list LPDP dan jurusan saya pun tidak ada disana. Maka, saya mencoba Curtin. Hmm, Australia bukan tujuan saya sih tapi apa salahnya mencoba dan menyiapkan alternatif ke sekian kalo sekiranya saya tidak berjodoh dengan UK. Jadilah akhirnya berkas yang diminta oleh ELC untuk pengurusan aplikasi ke Curtin saya kirim via email ke Mba Reni ELC. Terakhir saya dihubungi bahwa aplikasi saya sudah masuk dan masih dicarikan supervisor yang cocok katanya.
Sementara itu, beberapa malam yang lalu tepatnya, saya terbangun jam 2 malam karena kehausan, dan menyempatkan mengecek email. Aaaaannddd... hati saya berbunga-bunga. Offer letter dari Uni of Exeter. Offer ini sifatnya masih conditional karena score writing IELTS saya belum memenuhi standar mereka meski overall score sudah memenuhi syarat. Mereka memberi waktu sampai Januari untuk mengirimkan hasil IELTS yang baru yang sudah improve. Alhamdulillah, meski harus tes lagi tidak apa-apa dah. Yang penting sudah ada kursi yang disiapkan untuk saya. Saya optimis bisa memenuhi syarat score writing itu jika saya terus latihan dan latihan secara konsisten, aamiin. Korban uang tidak masalah. Bukankah mimpi harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan? Mundur dari posisi tambahan di UMK pun telah saya lakukan agar bisa lebih fokus ke sini. Intinya, saya tidak mau sampai ada penyesalan karena kurang all out nantinya.
Well, ini yang bisa saya ceritakan dalam postingan kali ini. mohon doanya agar secepatnya dapat kabar baik dari salah satu Uni tersebut ya, kawans.. sampai nanti, semoga hari kalian menyenangkan...
Hallo, sudah lumayan lama tidak bersua. Rasanya kangen sekali. Ada banyak yang terjadi, ada banyak yang ingin dibagi di sini, namun apa daya mood yang naik turun plus banyak hal yang mesti dirampungkan membat saya belum bisa menulis lagi di blog. Sebenarnya, bukan tidak ada niatan sama sekali untuk membuat postingan baru, hanya saja, seringkali cerita itu mandek di tengah jalan (dan akhirnya berakhir di draft, mau dilanjutkan rasanya sudah lain_blame the mood, hehhe).
Oke, setidaknya hari ini saya janji tidak akan berhenti ditengah. Topiknya random aja yah., hehehe.
Well, setelah pengumuman lulus seleksi wawancara, agenda berikutnya dari rangkaian kegiatan penerima beasiswa LPDP adalah ikut PK alias persiapan keberangkatan. Ini wajib hukumnya untuk diikuti seluruh awardee, jika tidak ikut maka akan dinyatakan mundur. Saya dimasukkan di PK-33, bersama orang-orang super kece dari seluruh Indonesia bahkan ada yang sedang berdomisili di luar negeri (Mas Eko-Jerman, Ian-Taiwan, Mas Dayu-Singapura). PK berlangsung selama seminggu. Hanya seminggu, tapi suskses bikin hampir semua peserta gagal move-on. Sampai banyak yang pengen bisa ngulang lagi. Ya, PK 33 memang sedahsyat itu. Untuk cerita PK ini, saya niatkan untuk buat postingan sendiri di lain waktu, karena terlalu banyak cerita yang ingin saya abadikan, dan mungkin tidak maksimal jika saya include-kan dalam postingan kali ini.
Singkat cerita, seminggu berlalu dengan begitu cepat. saya jadi teringat dengan teori relativitas waktu, yang konon kalau kita bahagia, lengan waktu berputar dengan cepat, sementara ketika kita nelangsa, dia akan berputar lebih lambat dari kura-kura. Saya rasa itu benar adanya. Karena pas hari penutupan PK kemaren, saya sempat tak percaya, ini beneran sudah seminggu? Ini serius PK 33 udahan hari ini? Besok udah mau balik Kendari lagi? Yah begitulah, ada perasaan tak rela ketika PK telah berakhir.
Setelah PK, saya dihadapkan pada kenyataan lain bahwa saya adalah salah satu dari sedikit awardee beasiswa LPDP PK 33 yang belum punya LoA. Di grup Line Suryanara_UK chapter, teman-teman sudah heboh berburu informasi mengenai akomodasi, mekanisme pengurusan visa, settlement allowance (SA), dll. Dalam suasana itu, saya hanya bisa jadi silent reader dan rajin menyimpan informasi penting di note. Saya sendiri mulai ketar-ketir. Beasiswa sudah dapat, tapi kampus yang mau menerima belum dapat. Saya segera apply ke Uni yang saya tuju, yakni University of Aberdeen. Saya lalu mengunggah dokumen yang diperlukan trus submit (27 April 2015). Menurut teman yang juga daftar di Aberdeen, LoA mereka keluar dalam 2 minggu setelah submission, bahkan kata Bro Dion, dia dapat LoA dalam 3 hari.
Berdasarkan informasi itu, saya pun mulai menunggu dan menunggu. Tiga hari setelah submission date, saya ngecek email setiap saat (ada kali 60 kali sehari, hehehe), berharap ada email dari Aberdeen yang menyatakan saya diterima disana. Hasilnya nihil. Saya juga rajin ngecek ke akun pribadi di portal Aberdeen dan hasilnya sama. Saya mencoba sabar dan menunggu sampai 2 minggu. Hasilnya sama juga, status aplikasi masih dalam proses. Sementara di Line, teman-teman yang mau ke UK makin heboh aja, sudah sampai rencana liburan bareng keliling Eropa, dll. Kembali saya hanya jadi silent reader, hiks...
Tidak mau terus bertanya-tanya, saya nekad menelepon post graduate admission-nya. Biayanya lumayan banyak sih tapi tidak apa-apalah yang penting dapat jawaban pasti dan tidak harus setiap tiga detik cek email untuk ini, hehehhe. Kata pihak sana, status aplikasi saya masih dalam "dilelang" ke profesor gitu dan akan diberitahu hasilnya tidak lebih dari dua bulan setelah saya submit aplikasinya.
Saya akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif ke dua dan ke tiga. Saya apply ke universitas lain di UK (anaknya udah UK garis kerass, hehehe). Uni of Exeter, Birmingham, Edinburgh, Nottingham adalah universitas target aplikasi saya selanjutnya sambil menunggu berita (semoga) baik dari Aberdeen. Rerata pada portal aplikasi universitas-universitas tersebut, disebutkan bahwa lama proses yang dibutuhkan untuk membuat keputusan apakah saya diterima atau tidak adalah delapan minggu bahkan lebih. Yaah, sama saja, tapi mau gimana lagi? kalau memang begitu ya harus diikutin aja. Saya sudah berusaha semaksimal yang saya bisa. Hasil akhir Dia yang menentukan. Hari-hari berlalu, bayang-bayang berhasil dan gagal keterima terus ada di otak, tidak mau pergi. Pagi, siang dan malam saya dipenuhi dengan doa. Doa yang tidak henti.
Sampai akhirnya, secercah harapan datang dari dosen saya waktu S2 dulu. Beliau memasukkan saya dalam grup WA untuk Forum KUI PTM. Pada suatu kesempatan, saya bercerita bahwa saya adalah awardee beasiswa LPDP angkatan 33 tapi belum punya LoA. Saya juga menjelaskan mengenai jurusan yang saya ambil dan di universitas mana saja saya sudah apply. ketika saya sebutkan Nottingham, dosen saya (yang alumni Nottingham dan merupakan Kepala KUI di UMS) menawarkan bantuan. Kata Beliau dia kenal dengan Kepala IO disana. Tampaknya UMS juga punya kerjasama dengan Nottingham. Cocok deh. Beliau kemudian meminta nomor registrasi saya dan summary aplikasi online saya untuk diteruskan ke orang Nottingham. Tanpa membuang waktu, saat itu juga saya mengirim email kepada beliau dan selang beberapa menit saya sudah menerima forward-an email beliau ke staff di Nottingham mengenai aplikasi saya. Saya sadar bahwa bantuan ini tidak menjamin bahwa saya akan serta merta diterima. Bagaimanapun saya sadar pihak Nottingham pastilah akan bekerja secara profesional dan tidak akan menurunkan standar mereka dalam menjaring calon mahasiswa. Tapi, tetap saja ini membuat saya berbahagia. Saya bahagia karena saya sadar, Allah tidak pernah membairkan saya berjalan sendiri. Selalu ada malaikat yang dikirimNya untuk membantu saya. Setidaknya, walaupun pada akhirnya harapan saya tidak terwujud, saya tetap bersyukur karena pada prosesnya saya sudah berusaha secara maksimal.
Bantuan lain datang dari ELC, salah satu agen konsultasi pendidikan. ketika mengetahui saya adalah awardee LPDP dan belum mendapat LoA, ELC menawarkan bantuan untuk memfasilitasi aplikasi saya di Coventry dan Curtin (dua universitas yang menjadi klien mereka). Karena saya sudah UK-minded sekali, maka saya langsung tertarik pada Coventry, namun sayang sekali Coventry tidak masuk dalam list LPDP dan jurusan saya pun tidak ada disana. Maka, saya mencoba Curtin. Hmm, Australia bukan tujuan saya sih tapi apa salahnya mencoba dan menyiapkan alternatif ke sekian kalo sekiranya saya tidak berjodoh dengan UK. Jadilah akhirnya berkas yang diminta oleh ELC untuk pengurusan aplikasi ke Curtin saya kirim via email ke Mba Reni ELC. Terakhir saya dihubungi bahwa aplikasi saya sudah masuk dan masih dicarikan supervisor yang cocok katanya.
Sementara itu, beberapa malam yang lalu tepatnya, saya terbangun jam 2 malam karena kehausan, dan menyempatkan mengecek email. Aaaaannddd... hati saya berbunga-bunga. Offer letter dari Uni of Exeter. Offer ini sifatnya masih conditional karena score writing IELTS saya belum memenuhi standar mereka meski overall score sudah memenuhi syarat. Mereka memberi waktu sampai Januari untuk mengirimkan hasil IELTS yang baru yang sudah improve. Alhamdulillah, meski harus tes lagi tidak apa-apa dah. Yang penting sudah ada kursi yang disiapkan untuk saya. Saya optimis bisa memenuhi syarat score writing itu jika saya terus latihan dan latihan secara konsisten, aamiin. Korban uang tidak masalah. Bukankah mimpi harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan? Mundur dari posisi tambahan di UMK pun telah saya lakukan agar bisa lebih fokus ke sini. Intinya, saya tidak mau sampai ada penyesalan karena kurang all out nantinya.
Well, ini yang bisa saya ceritakan dalam postingan kali ini. mohon doanya agar secepatnya dapat kabar baik dari salah satu Uni tersebut ya, kawans.. sampai nanti, semoga hari kalian menyenangkan...