Assalamualaikum. wr.wb.
Sebelumnya saya pernah posting tentang gimana rasanya diangkat tinggi-tinggi trus tanpa aba-aba 1,2,3 cheers (eh?), langsung dihempas kebumi tanpa ampun. Ya gitu deh, sekarang ini saya mengalami itu lagi. Kemaren (beberapa bulan lalu maksudnya), saya mengirim berkas aplikasi AAS untuk batch tahun 2015/2016. Sebelumnya saya dinominasikan oleh Anne Marrie (austrainer yang bertugas di kampus saya), sebagai salah satu Ph.D candidate. Saya pun sebelumnya telah diundang (dan saya dengan senang hati datang) untuk mengikuti workshop penulisan proposal penelitian di Jakarta. Workshop ini bertujuan untuk menambah ilmu kanuragan dalam "menjerat" calon supervisor, hehhehe. Overall, workshopnya sangat worth it lah, selain segala sesuatunya mulai dari tiket dan akomodasi yang diatas standar saya ditanggung pihak AusAid, ilmunya juga OK pake banget, plus banyak obat mata (baca: abang2 ganteng berkacamata, berkemeja rapi namun lengan digulung, berlensungpipit, dan bersuara syahdu, pokoknya sebelas duabelas dengan AFgaan, #eaaaaa).
Naaah, pulang dari workshop, perburuan supervisor pun dimulai. Jalannya ga mulus sama sekali, karena kerjaan yang datang silih berganti, belum lagi kena Lee Min Ho syndrom, dan penyakit MALAS. SIngkat cerita, tinggal seminngu sebelum deadline, dan saya masih belum berhasil mendapatkan supervisor. Saya mulai panik cantik. Pasalnya, K Rahma, dan P Ali sudah pada dapat dan saya masih tangan kosooong,, hiks. Parahnya, saya mulai bersoud'zon sama mama yang sedari awal kayaknya ga relaaaaa bgt melepas anak menawannya ini (yang mo gampar, kulo nuwuuun, :P) ke negeri orang sebelum berstatus istri dari seorang lelaki baik hati, tidak sombong dan ramah lingkungan, hehhehe. IYa, akhirnya tiap pulang kantor dan bertemu beliau, tanpa tedeng aling-aling saya "menuduh": "Ma, pasti mama yang doakan nda lulus ttooh?" yang selalu dijawab beliau dengan jawaban diplomasi yang intinya, biarpun mama doakan nda lulus kalo takdirmu di sono, lulus ji itu, huaaaaaaaaa berarti benaaar, mengapaaa ohh mengapaaa (gampar miyyy).....
Ketika saya sudah hampir putus asa, megap-megap ditengah lautan harapan, tetiba saya merasakan "tangan-tangan ajaib" kembali menolong saya. Adalah seorang teman atas nama P Patta yang ketika saya berkeluh kesah perihal supervisor ini, memotivasi saya agar tidak menyerah. Dia menceritakan pengalamannya melamar ke hampir 50 supervisor dan ditolak sampai akhirnya dia menemukan satu yang khilaf, hehehhe. AKhirnya dengan semangat yang sudah sampai diubun-ubun, saya dengan kalapnya mengirim permohonan ke hampir 20 supervisor pada waktu yang bersamaan. ALhamdulillah, dalam waktu 2 hari, saya berhasil mendapatkan 4, sau dari University of Tasmania, Uni of SOuth AUstralia, Griffith Uni dan Uni of Victoria. Ketika mendapat email-email positif itu, hati saya penuh dengan perasaan positif. Bahagiaaaa banget. Sekali lagi, saya bersyukur karena memutuskan tidak menyerah pada detik-detik terakhir.
Tetapi, perjuangan tidak berhenti sampai disitu, pengisian form aplikasi ternyata juga menguras tenaga dan fikiran. Bukannya tidak pernah mengisi form sebelumnya, tetapi entah mengapa, kali ini terasa beda. Ada gemuruh dan ekspektasi yang lebih pada program ini. Entahlah, saya hanya merasa HARUS LULUS, at least sampe wawancara dan tes IELTS. Karenanya, saya meminta bantuan Anne Marie untuk menjadi proofreader untuk aplikasiku ini. It was really frustrated, to be honest. Anne insisted that I had to give my best on it. Yet, in the end, I feel it was really worth it deed. Dan dengan ucapan bismillah, aplikasi itu ku kirim.
Pengumuman kelulusan seleksi berkas dan pemangilan wawancara dan tes IELTS dijadwalkan pada bulan Desember. Tetapi, beberapa minggu yang lalu, saya mendapat telepon dari Mba Devina yang menanyakan berkas saya apakah sudah dikirim atau belum (hal ini hanya berlaku bagi PHD candidate yang dinominasi dari Austrainer, kalau pelamar biasa pasti langsung didiskualifikasi). Saya bilang sudah, dan beliau minta nomor resi. Saya pun mengirim resi itu via email yang dijawab beliau bahwa berkas saya sudah diterima, dan statusnya complete eligible untuk mengikuti proses selanjutnya dari proses seleksi AAS.
Sontak, saya bersorak gembira. Yang saya yakini adalah bahwa itu artinya saya lulus berkas dan berhak mengikuti wawancara dan tes IELTS. Saya pun segera ember kepada saudara dan sahabat terdekat saya. Berita itu pun menyebar perlahan namun pasti ke keluarga dan kolega saya. Ucapan selamat baik dilayangkan via sms, telepon mapun secara langsung ketika cipika cipiki. Saya pun mulai mebayangkan BALI. bagaimana saya akan mehabiskan beberapa hari disana, pokonya, intinya, saya dilambung keatasssss... wuataawwww....
Namun..... email dari Anne Marie yang dia forward dari Mba Nindya (staf AUsAid) dalam sekejab menghmepas saya kembali kebumi dengan kejamnya (LEBAY). Di email itu saya menyadari bahwa saya dan mba Devina sebelumnya telah "beda keyakinan" dimana saya yakin tahap selanjutnya adalah wawancara, sedangkan maksud mb Devina adalah seleksi apakah saya berhak ikut wawancara atau tidak, hiks...
Saya seakan terkena syndrom lumpuh-layu. Perasaan seperti habis nak roller coaster. Naik Turun secara ekstrim. Yang terburuk adalah menimbang-nimbang bagaimana saya harus menjelaskan kepada teman-dan saudara saya????? saya dilanda galau selama 2 hari sebelum akhirnya memutuskan jujur saja, hajar sajalah pokoknya. Dan begitulah, sekali lagi saya patut bersyukur karna dianugerahi saudara dan keluaga yang top markotop dah. Awalnya saya kira mereka akan mengasihani saya atau apa, tapi ternyata, mereka hanya tertawa seolah itu bukan masalah dan meyakinkan saya bahwa memang itu bukan masalah. I really love how they say: "Anggap saja doa, Rin".. Begitu saja dan masalah pun selesai.
Yeaaah, saya sudah curcol cukup panjang, pals. Intinya, saya tidak menyesali segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya, kecewa, senang, semua ada tujuannya semua ada hikmahnya. Ada beberapa butir pelajaran berharga yang saya petik dan akan saya tanam dari pengalaman ini : Baca email baik2, pahami dan renungkan, pahami dan renungkan lagi.. jangan langsung ditelan mentah-mentah, dan jangan EMBER dulu sebelum semuanya jelas, hahahaha
Wassalaaaammm... mohon maap atas segala typo yang bertebaran... :P
Sebelumnya saya pernah posting tentang gimana rasanya diangkat tinggi-tinggi trus tanpa aba-aba 1,2,3 cheers (eh?), langsung dihempas kebumi tanpa ampun. Ya gitu deh, sekarang ini saya mengalami itu lagi. Kemaren (beberapa bulan lalu maksudnya), saya mengirim berkas aplikasi AAS untuk batch tahun 2015/2016. Sebelumnya saya dinominasikan oleh Anne Marrie (austrainer yang bertugas di kampus saya), sebagai salah satu Ph.D candidate. Saya pun sebelumnya telah diundang (dan saya dengan senang hati datang) untuk mengikuti workshop penulisan proposal penelitian di Jakarta. Workshop ini bertujuan untuk menambah ilmu kanuragan dalam "menjerat" calon supervisor, hehhehe. Overall, workshopnya sangat worth it lah, selain segala sesuatunya mulai dari tiket dan akomodasi yang diatas standar saya ditanggung pihak AusAid, ilmunya juga OK pake banget, plus banyak obat mata (baca: abang2 ganteng berkacamata, berkemeja rapi namun lengan digulung, berlensungpipit, dan bersuara syahdu, pokoknya sebelas duabelas dengan AFgaan, #eaaaaa).
My room at Morrisey Hotel |
Breakfast |
Naaah, pulang dari workshop, perburuan supervisor pun dimulai. Jalannya ga mulus sama sekali, karena kerjaan yang datang silih berganti, belum lagi kena Lee Min Ho syndrom, dan penyakit MALAS. SIngkat cerita, tinggal seminngu sebelum deadline, dan saya masih belum berhasil mendapatkan supervisor. Saya mulai panik cantik. Pasalnya, K Rahma, dan P Ali sudah pada dapat dan saya masih tangan kosooong,, hiks. Parahnya, saya mulai bersoud'zon sama mama yang sedari awal kayaknya ga relaaaaa bgt melepas anak menawannya ini (yang mo gampar, kulo nuwuuun, :P) ke negeri orang sebelum berstatus istri dari seorang lelaki baik hati, tidak sombong dan ramah lingkungan, hehhehe. IYa, akhirnya tiap pulang kantor dan bertemu beliau, tanpa tedeng aling-aling saya "menuduh": "Ma, pasti mama yang doakan nda lulus ttooh?" yang selalu dijawab beliau dengan jawaban diplomasi yang intinya, biarpun mama doakan nda lulus kalo takdirmu di sono, lulus ji itu, huaaaaaaaaa berarti benaaar, mengapaaa ohh mengapaaa (gampar miyyy).....
Ketika saya sudah hampir putus asa, megap-megap ditengah lautan harapan, tetiba saya merasakan "tangan-tangan ajaib" kembali menolong saya. Adalah seorang teman atas nama P Patta yang ketika saya berkeluh kesah perihal supervisor ini, memotivasi saya agar tidak menyerah. Dia menceritakan pengalamannya melamar ke hampir 50 supervisor dan ditolak sampai akhirnya dia menemukan satu yang khilaf, hehehhe. AKhirnya dengan semangat yang sudah sampai diubun-ubun, saya dengan kalapnya mengirim permohonan ke hampir 20 supervisor pada waktu yang bersamaan. ALhamdulillah, dalam waktu 2 hari, saya berhasil mendapatkan 4, sau dari University of Tasmania, Uni of SOuth AUstralia, Griffith Uni dan Uni of Victoria. Ketika mendapat email-email positif itu, hati saya penuh dengan perasaan positif. Bahagiaaaa banget. Sekali lagi, saya bersyukur karena memutuskan tidak menyerah pada detik-detik terakhir.
Tetapi, perjuangan tidak berhenti sampai disitu, pengisian form aplikasi ternyata juga menguras tenaga dan fikiran. Bukannya tidak pernah mengisi form sebelumnya, tetapi entah mengapa, kali ini terasa beda. Ada gemuruh dan ekspektasi yang lebih pada program ini. Entahlah, saya hanya merasa HARUS LULUS, at least sampe wawancara dan tes IELTS. Karenanya, saya meminta bantuan Anne Marie untuk menjadi proofreader untuk aplikasiku ini. It was really frustrated, to be honest. Anne insisted that I had to give my best on it. Yet, in the end, I feel it was really worth it deed. Dan dengan ucapan bismillah, aplikasi itu ku kirim.
Pengumuman kelulusan seleksi berkas dan pemangilan wawancara dan tes IELTS dijadwalkan pada bulan Desember. Tetapi, beberapa minggu yang lalu, saya mendapat telepon dari Mba Devina yang menanyakan berkas saya apakah sudah dikirim atau belum (hal ini hanya berlaku bagi PHD candidate yang dinominasi dari Austrainer, kalau pelamar biasa pasti langsung didiskualifikasi). Saya bilang sudah, dan beliau minta nomor resi. Saya pun mengirim resi itu via email yang dijawab beliau bahwa berkas saya sudah diterima, dan statusnya complete eligible untuk mengikuti proses selanjutnya dari proses seleksi AAS.
Email dari Mb Devina |
Sontak, saya bersorak gembira. Yang saya yakini adalah bahwa itu artinya saya lulus berkas dan berhak mengikuti wawancara dan tes IELTS. Saya pun segera ember kepada saudara dan sahabat terdekat saya. Berita itu pun menyebar perlahan namun pasti ke keluarga dan kolega saya. Ucapan selamat baik dilayangkan via sms, telepon mapun secara langsung ketika cipika cipiki. Saya pun mulai mebayangkan BALI. bagaimana saya akan mehabiskan beberapa hari disana, pokonya, intinya, saya dilambung keatasssss... wuataawwww....
Namun..... email dari Anne Marie yang dia forward dari Mba Nindya (staf AUsAid) dalam sekejab menghmepas saya kembali kebumi dengan kejamnya (LEBAY). Di email itu saya menyadari bahwa saya dan mba Devina sebelumnya telah "beda keyakinan" dimana saya yakin tahap selanjutnya adalah wawancara, sedangkan maksud mb Devina adalah seleksi apakah saya berhak ikut wawancara atau tidak, hiks...
Email yang menghempaskanku kembali ke bumi |
Saya seakan terkena syndrom lumpuh-layu. Perasaan seperti habis nak roller coaster. Naik Turun secara ekstrim. Yang terburuk adalah menimbang-nimbang bagaimana saya harus menjelaskan kepada teman-dan saudara saya????? saya dilanda galau selama 2 hari sebelum akhirnya memutuskan jujur saja, hajar sajalah pokoknya. Dan begitulah, sekali lagi saya patut bersyukur karna dianugerahi saudara dan keluaga yang top markotop dah. Awalnya saya kira mereka akan mengasihani saya atau apa, tapi ternyata, mereka hanya tertawa seolah itu bukan masalah dan meyakinkan saya bahwa memang itu bukan masalah. I really love how they say: "Anggap saja doa, Rin".. Begitu saja dan masalah pun selesai.
Yeaaah, saya sudah curcol cukup panjang, pals. Intinya, saya tidak menyesali segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya, kecewa, senang, semua ada tujuannya semua ada hikmahnya. Ada beberapa butir pelajaran berharga yang saya petik dan akan saya tanam dari pengalaman ini : Baca email baik2, pahami dan renungkan, pahami dan renungkan lagi.. jangan langsung ditelan mentah-mentah, dan jangan EMBER dulu sebelum semuanya jelas, hahahaha
Wassalaaaammm... mohon maap atas segala typo yang bertebaran... :P
No comments:
Post a Comment