Assalamualaikum.wr.wb.
Yang satu namanya Lucy, yang satu lagi namanya Meridith. Keduanya adalah volunteer muda dari Australia. Saya telah bertemu Meridith 3 kali, yang pertama di Bandara pada saat saya menjemput Jennifer, yang kedua di rumah Anne Marie untuk merayakan ultah K ijeh, dan hari ini ketika keduanya berkunjung ke UMK, mengunjungi Anne dan Jennifer tepatnya.
Sebelumnya, kampus kami telah kedatangan tamu ahli dari Australia untuk membantu di bidang penelitian dan pengajaran Bahasa Inggris. Mereka adalah Anne dan Jennifer. Dari keduanya, saya berkenalan dengan beberapa teman Austrainer yang lain seperti Simon, Leo, Elizabeth, Meridith dan juga Lucy. Austrainers yang datang ini terdiri dari dua kategori. Yang pertama adalah AYAD program (Australian Youth Ambassador for Development), dan AVID (Australian Volunteers for International DEvelopment). Elizabeth, Anne, dan Jen dari AVID, sementara yang lainnya dari AYAD. Sekilas perbedaan kedua program tersebut tampak dari usia. AYAD untuk yang muda, AVID untuk yang lebih senior.
Ada yang menarik danlumayan lucu ketika kedua gadis cantik ini masuk ke ruangan kami. Para pria seketika tak berhenti tersenyum. Pak Ary bahkan hampir tak pernah memalingkan matanya dari mereka, hahaha.. Dasar Pria. Ekpresi yang sama juga terlihat ketika Pak Suhata masuk ke ruangan. Saya tidak akan melupakan mimik wajahnya ketika mengetahui ada mahluk cantik dan MUDA sedang duduk manis dalam ruangan. Bergantian kedua pria ini berusaha memulai percakapan walau dengan Bahasa Inggris yang terbatas. Saya dan K Rahma hanya bisa menahan senyum. Sedangkan Anne, yang tidak punya prasangka apapun tenang2 saja.
Saya ingat, ketika dulu saya mengabarkan ke teman-teman pria saya ini bahwa satu orang Austrainer lagi akan datang (Jennifer). Mereka waktu itu "memohon" pada saya "Riin, tolong kalau datangkan Bule lagi yang cewek, bawa yang muda dong. Jangan yang sudah senior (maksudnya Anne). Saya waktu itu tersenyum saja padahal saya tahu si Jennifer ini bahkan lebih senior dari Anne, hehehe. Maka, ketika mereka akhirnya bertemu dengan Jenny untuk pertamakali, yang saya perhatikan lebih dulu adalah reaksi dari para lelaki ini, hihihi. Sungguh seandainya bisa saya rekam, akan saya rekam untuk menjad hiburan ketika lagi tidak mood.
Yang bisa saya simpulkan adalah rupanya sifat alami para pria itu ya seperti itu, penampilan fisik itu yang utama. Cantik atau biasa saja. Mereka akan cenderung pada yang cantik dibandingkan yang biasa saja. Perkara nanti mereka akan nyaman (baik itu sebagai kekasih, teman, sahabat) dengan salah satu dari keduanya itu urusan belakangan. Saya jadi teringat komentar saudari2ku yang selalu mewanti-wanti agar saya sebaiknya dan SUDAH SEHARUSNYA lebih memperhatikan penampilan saya. Bagi mereka, untuk ukuran seorang perempuan berumur 29 tahun, masih lajang pula, saya terlalu cuek. Ke kantor cuman pakai bedak seadanya, kadang tidak pakai lipstick, tidak pakai high heels, hanya pakai ransel Eiger saya yang sejak jaman kuliah. Saya sendiri bingung juga, mau bagaimana lagi. Saya orangnya apa adanya, malas ribet untuk hal-hal yang seperti itu. Hal inilah yang sering mereka jadikan alasan mengapa sampai saat ini status saya belum menjadi istri orang, hehehe.
Bagi saya pribadi, tidak harus menjadi cantik dan fashionable kok untuk bisa dapat pasangan hidup. Memang, bagi sebagian besar teman pria saya bilang bahwa perempuan itu harus enak diliat juga selain pintar, baik hati, bla..bla..bla... Tapi, kok segitu banget ya masalah penampilan ini. Bukannya membela sikap saya yang kadang cuek sama penampilan ini ya, tapi bukankah kenyamanan itu bukan ditimbulkan oleh seberapa cantik atau gantengnya seseorang. Saya sendiri nyaman kok sama pria biasa-biasa saja tapi enaaak gitu diajak ngobrol, enak jadi teman diskusi, punya selera humorr yang sama. Saya bisa saja menghabiskan waktu seharian penuh ngobrol dengan pria berwajah sederhana ini ketimbang pria berwajah super duper guanteng tapi ga nyambung diajak ngobrol, ga asik buat berbagi joke. Malas banget.
Jadiii, intinya adalah saya tidak akan mengubah apapun yang mebuat saya nyaman sekarang ini. Saya percaya ada kok pria diluar sana yang akan melihatku secara apa adanya, yang mampu melihat keunikan diriku dan merasa itu cukup untuk melengkapinya. Saya tidak akan menurunkan standar untuk itu. Saya mencintai seseorang dengan sepenuh jiwa hati, melihat dia sebagai suatu karakter yang unik dan apa adanya dan saya berhak mendapatkan pria yang juga berfikiran serupa. Tidak kurang dari itu.
Yang satu namanya Lucy, yang satu lagi namanya Meridith. Keduanya adalah volunteer muda dari Australia. Saya telah bertemu Meridith 3 kali, yang pertama di Bandara pada saat saya menjemput Jennifer, yang kedua di rumah Anne Marie untuk merayakan ultah K ijeh, dan hari ini ketika keduanya berkunjung ke UMK, mengunjungi Anne dan Jennifer tepatnya.
Sebelumnya, kampus kami telah kedatangan tamu ahli dari Australia untuk membantu di bidang penelitian dan pengajaran Bahasa Inggris. Mereka adalah Anne dan Jennifer. Dari keduanya, saya berkenalan dengan beberapa teman Austrainer yang lain seperti Simon, Leo, Elizabeth, Meridith dan juga Lucy. Austrainers yang datang ini terdiri dari dua kategori. Yang pertama adalah AYAD program (Australian Youth Ambassador for Development), dan AVID (Australian Volunteers for International DEvelopment). Elizabeth, Anne, dan Jen dari AVID, sementara yang lainnya dari AYAD. Sekilas perbedaan kedua program tersebut tampak dari usia. AYAD untuk yang muda, AVID untuk yang lebih senior.
Ada yang menarik danlumayan lucu ketika kedua gadis cantik ini masuk ke ruangan kami. Para pria seketika tak berhenti tersenyum. Pak Ary bahkan hampir tak pernah memalingkan matanya dari mereka, hahaha.. Dasar Pria. Ekpresi yang sama juga terlihat ketika Pak Suhata masuk ke ruangan. Saya tidak akan melupakan mimik wajahnya ketika mengetahui ada mahluk cantik dan MUDA sedang duduk manis dalam ruangan. Bergantian kedua pria ini berusaha memulai percakapan walau dengan Bahasa Inggris yang terbatas. Saya dan K Rahma hanya bisa menahan senyum. Sedangkan Anne, yang tidak punya prasangka apapun tenang2 saja.
Saya ingat, ketika dulu saya mengabarkan ke teman-teman pria saya ini bahwa satu orang Austrainer lagi akan datang (Jennifer). Mereka waktu itu "memohon" pada saya "Riin, tolong kalau datangkan Bule lagi yang cewek, bawa yang muda dong. Jangan yang sudah senior (maksudnya Anne). Saya waktu itu tersenyum saja padahal saya tahu si Jennifer ini bahkan lebih senior dari Anne, hehehe. Maka, ketika mereka akhirnya bertemu dengan Jenny untuk pertamakali, yang saya perhatikan lebih dulu adalah reaksi dari para lelaki ini, hihihi. Sungguh seandainya bisa saya rekam, akan saya rekam untuk menjad hiburan ketika lagi tidak mood.
Yang bisa saya simpulkan adalah rupanya sifat alami para pria itu ya seperti itu, penampilan fisik itu yang utama. Cantik atau biasa saja. Mereka akan cenderung pada yang cantik dibandingkan yang biasa saja. Perkara nanti mereka akan nyaman (baik itu sebagai kekasih, teman, sahabat) dengan salah satu dari keduanya itu urusan belakangan. Saya jadi teringat komentar saudari2ku yang selalu mewanti-wanti agar saya sebaiknya dan SUDAH SEHARUSNYA lebih memperhatikan penampilan saya. Bagi mereka, untuk ukuran seorang perempuan berumur 29 tahun, masih lajang pula, saya terlalu cuek. Ke kantor cuman pakai bedak seadanya, kadang tidak pakai lipstick, tidak pakai high heels, hanya pakai ransel Eiger saya yang sejak jaman kuliah. Saya sendiri bingung juga, mau bagaimana lagi. Saya orangnya apa adanya, malas ribet untuk hal-hal yang seperti itu. Hal inilah yang sering mereka jadikan alasan mengapa sampai saat ini status saya belum menjadi istri orang, hehehe.
Bagi saya pribadi, tidak harus menjadi cantik dan fashionable kok untuk bisa dapat pasangan hidup. Memang, bagi sebagian besar teman pria saya bilang bahwa perempuan itu harus enak diliat juga selain pintar, baik hati, bla..bla..bla... Tapi, kok segitu banget ya masalah penampilan ini. Bukannya membela sikap saya yang kadang cuek sama penampilan ini ya, tapi bukankah kenyamanan itu bukan ditimbulkan oleh seberapa cantik atau gantengnya seseorang. Saya sendiri nyaman kok sama pria biasa-biasa saja tapi enaaak gitu diajak ngobrol, enak jadi teman diskusi, punya selera humorr yang sama. Saya bisa saja menghabiskan waktu seharian penuh ngobrol dengan pria berwajah sederhana ini ketimbang pria berwajah super duper guanteng tapi ga nyambung diajak ngobrol, ga asik buat berbagi joke. Malas banget.
Jadiii, intinya adalah saya tidak akan mengubah apapun yang mebuat saya nyaman sekarang ini. Saya percaya ada kok pria diluar sana yang akan melihatku secara apa adanya, yang mampu melihat keunikan diriku dan merasa itu cukup untuk melengkapinya. Saya tidak akan menurunkan standar untuk itu. Saya mencintai seseorang dengan sepenuh jiwa hati, melihat dia sebagai suatu karakter yang unik dan apa adanya dan saya berhak mendapatkan pria yang juga berfikiran serupa. Tidak kurang dari itu.
No comments:
Post a Comment